Heru Budi Belum Tahu Langkah Pemprov DKI Hadapi Gugatan Warga Kampung Bayam di PTUN
JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengaku belum mengetahui bagaimana langkah Pemprov DKI Jakarta menghadapi gugatan warga Kampung Bayam di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Saya belum tahu juga," kata Heru saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 15 Agustus.
Heru pun menyerahkan kasus gugatan warga bekas gusuran Jakarta International Stadium (JIS) yang sampai saat ini belum bisa menghuni Kampung Susun Bayam untuk ditangani oleh Biro Hukum DKI Jakarta.
"Tanya sama biro hukum," tuturnya.
Kampung Susun Bayam didirikan oleh Anies Baswedan semasa menjabat gubernur DKI untuk warga Kampung Bayam yang digusur akibat pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). Sejak diresmikan pada Oktober 2022 lalu, warga belum juga bisa menempati Kampung Susun Bayam.
Masalah utamanya, belum adanya kesepakatan mengenai biaya sewa oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku BUMD pengelola. Kini, Warga Kampung Bayam menggugat Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro ke PTUN Jakarta karena masih belum bisa menempati Kampung Susun Bayam.
Baca juga:
Perwakilan Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB) dari LBH Jakarta, Jihan Fauziah Hamdi menuturkan, gugatan ini dilayangkan warga Kampung Bayam lantaran tak kunjung mendapatkan hak atas unit untuk menghuni dan mengelola Kampung Susun Bayam.
"Gugatan ini meminta PTUN untuk memerintahkan Jakpro dan Pemprov DKI Jakarta untuk segera memberikan unit Kampung Susun Bayam kepada warga Kampung Bayam sebagaimana telah jelas dasarnya melalui Kepgub DKI 979/2022 dan Surat Walikota Jakarta Utara nomor e-0176/PU.04.0," ungkap Jihan dalam keterangan tertulis.
Jihan menjelaskan sejumlah alasan mengapa akhirnya warga Kampung Bayam menggugat Pemprov DKI Jakarta. Pertama, permukiman pada wilayah Kampung Bayam Jalan Sunter Permai Raya, Kawasan Jakarta International Stadium RW 12, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara merupakan permukiman warga yang digusur.
Dasar warga menempati Kampung Susun Bayam juga telah melalui proses verifikasi sebagaimana tercantum di dalam Surat Walikota Jakarta Utara nomor e-0176/PU.04.00 perihal Data Verifikasi Warga Calon Penghuni Kampung Susun Bayam.
Kedua, Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro melanggar hak warga Kampung Bayam karena warga tidak kunjung mendapatkan akses hunian.
"Pengabaian oleh Pemprov DKI dan Jakpro telah berdampak pada ketidakpastian pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak. Akibatnya, warga harus tinggal terkatung-katung, bahkan 5 Kartu Keluarga diantaranya harus berkemah di depan Kampung Susun Bayam karena tidak lagi memiliki uang untuk mengontrak atau mencari tempat tinggal lainnya," urai Jihan.
Ketiga, Jihan menyebut tindakan Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Selain ketidakpastian hukum yang harus dihadapi warga Kampung Bayam, Pemprov DKI dan Jakpro juga dianggap melakukan pelanggaran asas keterbukaan, kemanfaatan, ketidakberpihakan dan kepentingan umum.
"Alih-alih memberikan kesempatan kepada warga Kampung Bayam untuk didengar pendapatnya, Jakpro justru memberikan tarif kepada warga Kampung Bayam yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dengan dasar penggunaan Pergub DKI 55/2018," urai Jihan.
"Padahal telah jelas bahwa warga Kampung Bayam merupakan warga dengan kategori kelompok terprogram dan warga yang berhak atas unit tersebut dengan tercantum dalam skema Kepgub DKI 979/2022, bahkan diperkuat dengan adanya verifikasi data warga sebagaimana SK yang telah diterbitkan oleh Walikota Jakarta Utara," tambahnya.