Parlemen India Meloloskan Undang-Undang Perlindungan Data Digital yang Penuh Kontroversi

JAKARTA - Pada  Rabu, 9 Agustus para anggota parlemen India meloloskan undang-undang perlindungan data yang akan mengatur bagaimana perusahaan teknologi memproses data pengguna di tengah kritik bahwa undang-undang ini kemungkinan akan mengarah pada peningkatan pengawasan oleh pemerintah.

Undang-undang tersebut akan memungkinkan perusahaan untuk mentransfer sebagian data pengguna ke luar negeri sambil memberikan pemerintah kekuatan untuk meminta informasi dari perusahaan dan mengeluarkan arahan untuk memblokir konten atas saran dari dewan perlindungan data yang diangkat oleh pemerintah federal.

Digital Personal Data Protection Bill 2023 memberi pemerintah kekuatan untuk memberikan pengecualian kepada lembaga negara dari undang-undang tersebut dan memberikan hak kepada pengguna untuk memperbaiki atau menghapus data pribadi mereka.

Undang-undang baru ini muncul setelah India menarik kembali RUU privasi 2019 yang telah membuat perusahaan teknologi seperti Facebook dan Google cemas dengan proposal pembatasan yang ketat terhadap aliran data lintas batas.

Undang-undang ini mengusulkan denda hingga 2,5 miliar rupee (Rp455,8 miloar) atas pelanggaran dan ketidakpatuhan.

Namun, undang-undang ini mendapat kritik dari anggota parlemen oposisi dan kelompok hak asasi manusia terkait cakupan pengecualian.

Internet Freedom Foundation, sebuah kelompok hak digital, juga menyatakan bahwa undang-undang ini tidak mengandung perlindungan yang bermakna terhadap "pengawasan yang terlalu luas," sementara Editors Guild of India menyatakan bahwa undang-undang ini memengaruhi kebebasan pers dan melemahkan undang-undang Hak atas Informasi.

Wakil menteri teknologi informasi, Rajeev Chandrasekhar, mengatakan bahwa undang-undang ini akan melindungi hak semua warga, memungkinkan ekonomi inovasi berkembang, dan memberikan izin pemerintah untuk akses yang sah dalam hal keamanan nasional dan keadaan darurat seperti pandemi dan gempa bum