Disetujui Kejagung, 5 Perkara Hukum di Kejati Kalsel Diproses Restorative Justice
KALSEL - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel) menghentikan penuntutan lima perkara melalui penerapan restorative justice alias keadilan restoratif.
Wakil Kepala Kejati Kalsel Ahmad Yani mengatakan upaya itu dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana.
"Hasil ekspose bersama Jampidum dengan Kejati Kalsel dan diikuti kejari jajaran yang menangani perkaranya telah disetujui untuk dihentikan penuntutannya," katanya di Banjarmasin, Kalsel, Selasa 8 Agustus, disitat Antara.
Lima perkara yang dihentikan penuntutannya meliputi kasus perusakan mobil dengan tersangka Mustawan yang ditangani di Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Banjar, dua perkara kecelakaan lalu lintas yang masing-masing ditangani Kejari Tanah Laut dengan tersangka Mulyono dan Kejaksaan Negeri Tapin dengan tersangka Uskuri.
Selanjutnya tersangka Muhammad Rapiani dengan perkara penganiayaan yang ditangani Kejari Balangan dan tersangka M. Safrudin Noor dalam perkara pencurian yang ditangani Kejari Tapin.
"Kelima perkara dihentikan penuntutannya lantaran telah memenuhi semua syarat dalam penerapan keadilan restoratif berpedoman pada Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," jelas Yani.
Dia menyebut semangat keadilan restoratif adalah permasalahan hukum dengan kasus-kasus kecil bisa diselesaikan di luar peradilan.
Dengan ketentuan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ancaman hukumannya berupa pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.
"Semuanya mempertimbangkan keadaan kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi sehingga proses perdamaian dapat dilaksanakan," tambah Yani.menyampaikan imbauan kepada masyarakat untuk menghindari melakukan pembakaran lahan mengingat kondisi El Nino disertai cuaca panas dan curah hujan yang rendah.
Baca juga:
Kapolresta melanjutkan, apabila ada warga yang akan membakar lahan pertanian agar mempedomani Peraturan Gubernur Kalimantan Utara Nomor 47 Tahun 2018 tentang Sistem Pengendalian Karhutla dengan luasan lahan maksimal dua hektare.
Namun hal tersebut tidak berlaku jika kondisi curah hujan di bawah normal atau kemarau panjang sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang mekanisme pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan.
Kapolresta juga meminta masyarakat yang membakar lahan untuk pertanian agar melaporkan kepada Lembaga adat, Ketua Adat, Kepala Desa/Lurah, BPBD Kabupaten atau Provinsi, dan TNI/Polri, atau aparat terdekat. Perlu juga menyiapkan pencegahan berupa sekat bakar dan peralatan pemadaman api.
“Bagi masyarakat yang melihat, mengetahui ada pembakaran lahan segera melaporkan ke kantor TNI/Polri, BPBD, atau Dinas Kehutanan serta KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) terdekat,” demikian Kapolresta Bulungan.