Rombak Aturan Bonus Direksi BUMN, Erick Thohir Khawatir Laporan Keuangan Dipoles
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir merombak aturan pemberian bonus direksi perusahaan pelat merah. Kini, bonus tahunan tidak semata mengacu pada kinerja perusahaan. Kebijakan itu ditetapkan seiring adanya kasus pemalsuan laporan keuangan.
Erick mengatakan langkah ini diambil sebagai bentuk pertanggungjawaban dari direksi BUMN atas kebijakan yang diambilnya.
“Saya mendorong yang namanya perbaikan sistem penggajian dan bonus. Saya sudah bilang sistem dan bonus sekarang di BUMN tidak lagi perusahaannya bagus langsung dapat bonus tahun itu, jangan-jangan bukunya yang dibedakin bagus,” ujarnya di Kementerian BUMN, ditulis Rabu, 2 Agutus.
Erick mengatakan bonus tahunan bos-bos BUMN sebagiannya dicairkan dan separuhnya lagi akan ditahan. Tujuan aturan ini memberikan efek jera terhadap direksi yang tidak bertanggung jawab.
“Tapi kita mau proses sebagian bonus dibayar, sebagian ditahan, supaya apa? Ada tanggung jawab Direksi sebelumnya untuk Direksi berikutnya karena dia tahu biar ketahuan kalau main-main itu,” ucapnya.
Kata Erick, performa perusahaan tak semata menjadi indikator. Ia mengatakan akan membedakan bonus direksi dari BUMN yang membukukan untung dan bisa memberikan dividen kepada negara.
“Sekarang saya sedang mendorong melalui Pak Sesmen, Pak Wamen, supaya juga membedakan bonus perusahaan yang untung dan bagi dividen,” tuturnya.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, Erick Thohir berencana mencicil bonus para direksi perusahaan pelat merah selama tiga tahun. Tujuannya adalah agar terjadi kesinambungan tanggung jawab menjalankan perusahaan meskipun saat terjadi pergantian direksi.
“Kita sudah rapat di internal kementerian bahwa yang namanya bonus ke depan sedang usulkan tidak dibayar di muka. Tetapi harus dicicil 2 sampai 3 tahun. Jadi berkaitan dengan direksi berikutnya,” kata Erick.
Erick menjelaskan, agar perbaikan dalam program kerja di perusahaan pelat merah bisa berkelanjutan, dirinya juga tengah merancang sistem blacklist untuk jajaran direksi yang terlibat dalam kasus-kasus yang melawan hukum.