Dipersenjatai dan Dijaga Ketat, Zona Demiliterisasi Korea Jadi Surga Bagi Satwa Liar

JAKARTA - Zona demiliterisasi (DMZ) antara Korea Utara dan Korea Selatan merupakan salah satu perbatasan dengan penjagaan terketat di dunia, di mana area sepanjang 160 mil ini bukannya hanya dibatasi dengan pagar pengaman, tapi juga persenjataan hingga ranjau darat, sehingga sebagian besarnya kosong dari aktivitas manusia.

Namun, isolasi tersebut secara tidak sengaja telah mengubah area tersebut menjadi surga bagi satwa liar hingga flora yang menghuni daerah tak bertuan tersebut.

Februari lalu, Google merilis gambar-gambar street view dari DMZ untuk pertama kalinya, menawarkan pandangan sekilas yang langka ke dalam flora dan fauna di sini.

Gambar-gambar tersebut merupakan bagian dari proyek yang dilakukan bekerja sama dengan beberapa institusi Korea untuk menandai peringatan 70 tahun gencatan senjata Perang Korea, yang menghentikan permusuhan pada 27 Juli 1953 dan memetakan DMZ, meskipun secara teknis perang tidak pernah berakhir karena tidak ada perjanjian perdamaian yang ditandatangani.

Proyek ini memungkinkan masyarakat untuk melakukan "tur virtual" dengan fungsi street view Google, menyoroti peninggalan budaya dan situs warisan di dekat DMZ, seperti bangunan-bangunan yang hancur akibat perang dan bunker pertahanan.

DMZ Korea. (Wikimedia Commons/stephan)

Namun, yang paling mengejutkan adalah adanya lebih dari 6.100 spesies yang tumbuh dan berkembang di DMZ, mulai dari reptil, burung, hingga tanaman.

Dari 267 spesies yang terancam punah di Korea, 38 persen di antaranya hidup di DMZ, menurut Google.

"Setelah Perang Korea, DMZ memiliki campur tangan manusia yang minimal selama lebih dari 70 tahun, dan alam yang rusak pulih dengan sendirinya," kata Google di situsnya, dilansir dari CNN 28 Juli.

"Sebagai hasilnya, DMZ membangun ekosistem baru yang tidak terlihat di sekitar kota dan telah menjadi tempat perlindungan bagi satwa liar," lanjutnya.

Penghuni DMZ termasuk kambing gunung yang terancam punah yang hidup di pegunungan berbatu; rusa kesturi dengan taring panjang yang hidup di hutan-hutan tua; berang-berang yang berenang di sepanjang sungai yang melintasi kedua Korea; dan elang emas yang terancam punah, yang sering menghabiskan musim dingin mereka di daerah perbatasan sipil di mana penduduk memberi makan para pemburu yang kelaparan.

Banyak dari gambar-gambar tersebut diambil oleh kamera tanpa awak yang dipasang oleh Institut Ekologi Nasional Korea Selatan. Pada tahun 2019, kamera-kamera ini memotret seekor beruang hitam Asia untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, menggembirakan para peneliti yang telah lama prihatin dengan penurunan populasi beruang hitam yang terancam punah akibat perburuan dan perusakan habitat.

Kawasan DMZ Korea. (Wikimedia Commons/Kang Min-seok)

Seung-ho Lee, presiden DMZ Forum, sebuah kelompok yang berkampanye untuk melindungi warisan ekologi dan budaya di daerah tersebut, mengatakan kepada CNN pada tahun 2019, DMZ juga telah menjadi oasis bagi burung-burung yang bermigrasi karena kondisi yang memburuk di kedua sisi perbatasan.

Diketahui, penebangan hutan dan banjir telah merusak lahan di Korea Utara. Sementara, pembangunan perkotaan dan polusi telah memecah belah habitat di Korea Selatan, katanya.

"Kami menyebut wilayah ini sebagai surga yang tidak disengaja," katanya pada saat itu.

Gambar-gambar Google juga menunjukkan lanskap yang masih asli dan beraneka ragam. Pengguna dapat menggunakan street view untuk menjelajahi tegalan tinggi Yongneup, yang memiliki padang rumput luas yang dipenuhi tanaman lahan basah, atau Ngarai Sungai Hantan, dengan air berwarna biru kehijauan yang mengular di antara dinding-dinding granit yang tinggi.

Banyak suara di kedua Korea dan organisasi lingkungan internasional telah menyerukan konservasi DMZ selama beberapa dekade. Namun, prosesnya tidak mudah, karena membutuhkan kerja sama dari Seoul dan Pyongyang.

Ada beberapa kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, dengan mantan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bersumpah pada tahun 2018 untuk mengubah DMZ menjadi "zona perdamaian".

Tahun berikutnya, Korea Selatan membuka jalur pertama dari tiga "jalur perdamaian" untuk sejumlah pengunjung di sepanjang DMZ, yang membawa para pejalan kaki melewati observatorium dan pagar kawat berduri.

Namun, hubungan memburuk sejak saat itu, dengan ketegangan yang meroket pada tahun 2022 saat Korea Utara menembakkan rudal dalam jumlah yang mencapai rekor.