Pejabat Rusia dan China Akrab dengan Kim Jong-un Saksi Rudal Terbaru Korut, PBB: Tanggung Jawab Bersama Tegakkan Resolusi
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bersama Menhan Rusia Sergei Shoigu dan anggota Politbiro China Li Hongzhong menyaksikan parade militer di Pyongyang. (Sumber: KCNA)

Bagikan:

JAKARTA - Pejabat senior Rusia dan China akrab dengan Pemimpin Korea Utara dan sejumlah pejabat terasnya, saat menghadiri parade militer yang digelar di Pyongyang, lapor media pemerintah Hari Jumat.

Parade yang digelar Kamis malam itu merupakan bagian dari 70 tahun berakhirnya Perang Korea dan dirayakan sebagai 'Hari Kemenangan'. Selain rudal berkemampuan nuklir terbaru Korea Utara, turut ditampilkan pula pesawat tak berawak baru di parade militer di Pyongyang, melansir Reuters 28 Juli.

Penampilan mereka di acara-acara terkait rudal nuklir Korea Utara - yang dilarang oleh Dewan Keamanan PBB dengan dukungan China dan Rusia - menandai kontras dengan tahun-tahun sebelumnya, ketika Beijing dan Moskow berusaha menjauhkan diri dari pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik tetangga mereka.

Pemimpin Kim Jong-un, Menteri Pertahanan Rusia Shoigu dan anggota Politbiro Partai Komunis China Li Hongzhong berbicara, tertawa dan memberi hormat ketika pasukan dan alutsista Korea Utara berbaris dan melintas di depan podium kehormatan.

Parade itu termasuk rudal balistik antarbenua Hwasong-17 dan Hwasong-18 terbaru Korea Utara, menurut KCNA, yang diyakini memiliki jangkauan untuk menyerang sasaran di manapun di Amerika Serikat, serta drone terbaru.

parade militer korea utara
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bersama Menhan Rusia Sergei Shoigu dan anggota Politbiro China Li Hongzhong menyaksikan parade militer di Pyongyang. (Sumber: KCNA)

Sebelumnya, Pemimpin Kim mengadakan resepsi dan makan siang dengan Menhan Shoigu, bersumpah solidaritas dengan rakyat Rusia dan militernya.

Sementara dalam pidatonya di pawai, Menteri Pertahanan Jenderal Kang Sun Nam menuduh Amerika Serikat dan sekutunya meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

Korea Utara sendiri diketahui berada di bawah sanksi PBB untuk program rudal dan nuklirnya sejak 2006. Ini termasuk larangan pengembangan rudal balistik.

Kehadiran China dan Rusia di acara-acara dengan rudal balistik yang dilarang, meragukan kesediaan negara-negara tersebut untuk menegakkan sanksi, kata Leif-Eric Easley, profesor studi internasional di Ewha Womans University di Seoul.

"Tidak membantu ketika dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB secara terbuka mendukung rezim Korea Utara yang melanggar hak asasi manusia dan mencemooh resolusi yang melarang pengembangan nuklir dan misilnya," kata Easley.

Sedangkan juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, "Semua anggota Dewan Keamanan dan, sejujurnya, semua negara anggota PBB, berbagi tanggung jawab yang sama untuk menegakkan resolusi Dewan Keamanan."