PM Netanyahu Bela Reformasi Peradilan, Pejabat Militer Peringatkan Ancaman dari Musuh Israel
JAKARTA - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan keputusan parlemen untuk memangkas kekuasaan Mahkamah Agung, guna mengenyampingkan tindakan pemerintah sebagai bagian dari perombakan yudisial yang direncanakan tidak akan merugikan demokrasi Israel.
Rencana pemerintahan sayap kanan PM Netanyahu telah memicu protes berbulan-bulan yang belum pernah terjadi sebelumnya, membuka perpecahan yang dalam di masyarakat Israel dan mempertegang loyalitas beberapa tentara cadangan.
Di bulan ketujuh, krisis meningkat pada Hari Senin setelah parlemen mengesahkan perubahan pertama, memangkas kekuasaan Mahkamah Agung untuk mengesampingkan tindakan pemerintah dan menimbulkan kekhawatiran akan independensi pengadilan.
Berbicara kepada ABC News, PM Netanyahu mengatakan amandemen salah satu Hukum Dasar Israel, yang berfungsi sebagai konstitusi formal, adalah "koreksi kecil" terhadap pengadilan "aktivis".
"Ini digambarkan sebagai akhir dari demokrasi Israel, saya pikir itu konyol dan ketika debu mereda, semua orang akan melihatnya," katanya, melansir Reuters 28 Juli.
Pada saat PM Netanyahu mengesampingkan konsekuensi dari rencananya, Komandan Angkatan Udara Israel Mayjen Aluf Tomer Bar, memperingatkan krisis tersebut dapat dimanfaatkan oleh musuh-musuh Israel.
"Ada kemungkinan bahwa pada saat seperti ini mereka akan mencoba menguji perbatasan, kekompakan dan kewaspadaan kita. Kita harus terus waspada dan siap, karena saya yakin kita akan melakukannya," kata Mayjen Bar dalam pidatonya kepada pasukannya, menurut pernyataan yang dikeluarkan Hari Jumat.
Dalam kesempatan terpisah di CNN, PM Netanyahu menolak untuk mengatakan apakah dia akan mematuhi potensi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan amandemen Hari Senin, bagian pertama dari undang-undang dalam rencana perombakan yudisial pemerintahannya.
Sementara itu para pemimpin protes mengatakan, semakin banyak tentara cadangan telah memutuskan untuk berhenti bertugas, untuk mengekspresikan penentangan mereka. Militer sendiri telah mengakui peningkatan permintaan untuk abstain dari dinas.
Terpisah, kelompok pengawas politik telah mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk membatalkan undang-undang baru, membuka jalan bagi pertikaian di antara cabang-cabang pemerintahan ketika mendengar argumen pada Bulan September mendatang.
Perselisihan hukum akan dimulai pada Kamis depan, namun, ketika pengadilan tinggi akan mendengar banding terhadap RUU koalisi yang diratifikasi pada Bulan Maret, yang membatasi persyaratan untuk mencopot perdana menteri dari jabatannya.
Baca juga:
- Pejabat Rusia dan China Akrab dengan Kim Jong-un Saksi Rudal Terbaru Korut, PBB: Tanggung Jawab Bersama Tegakkan Resolusi
- Presiden Erdogan Gelar Pertemuan dengan Abbas dan Haniyeh, Faksi Palestina Sepakati Pemerintah Persatuan Pekan Ini?
- Sekjen PBB Sebut Donasi Tidak Dapat Menggantikan Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam
- Sukses Rebut Staromaiorske, Pasukan Ukraina Disebut Semakin Mendekati Garis Pertahanan Rusia
Di sisi lain, para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan kembali ke jalan. Mereka menuduh Netanyahu bekerja untuk mengekang independensi pengadilan, secara sepihak mengubah sistem peradilan yang merugikan kaum liberal sekuler yang dulu dominan.
PM Netanyahu mengatakan perubahan akan menyeimbangkan cabang-cabang pemerintahan. Dia melemparkan protes sebagai upaya untuk menggagalkan mandat demokrasinya.
Diketahui, rencana PM Netanyahu telah memukul perekonomian dengan menarik peringatan dari lembaga kredit, memicu pelarian investor asing. Kontroversi yang sedang berlangsung meningkatkan ketidakpastian politik dalam negeri, menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah tahun ini, menurut laporan S&P Global Ratings.