Kabasarnas Tersangka Suap Dana Komando Pengusaha Diserahkan KPK ke Puspom TNI

JAKARTA - Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi tak terlihat menggunakan rompi oranye meski jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, proses hukum atas dirinya bakal dilaksanakan sesuai aturan anggota TNI.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat mengumumkan tersangka operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek pengadaan di Basarnas. Henri bakal digarap Puspom Mabes TNI bersama orang kepercayaannya, Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

“Terhadap dua orang tersangka HA dan ABC yang diduga sebagai penerima suap, penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum,” kata Alexander dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 26 Juli.

Hal ini disebut Alexander sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 42 UU KPK. Dalam aturan itu, KPK bisa mengoordinasikan maupun mengendalikan penyelidikan hingga penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan prajurit TNI.

Dalam prosesnya, penyidik KPK nantinya akan bergabung dengan penyidik Puspom Mabes TNI. “Sebagaimana kewenangan yang diatur,” ujarnya.

Sementara untuk tersangka yang lain selaku pemberi yaitu Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Adil kini sudah berompi oranye. Mereka ditahan selama 20 hari di Rutan KPK pada gedung Merah Putih dan Rutan KPK pada gedung ACLC KPK.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers penetapan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka korupsi/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Sedangkan satu tersangka pemberi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan masih belum ditahan. “Kami ingatkan untuk kooperatif segera hadir ke Gedung Merah putih KPK mengikuti proses hukum perkara ini,” tegas Alexander.

Dalam kasus ini, Henri jadi tersangka karena dia diduga mendapat fee 10 persen dari proyek di Basarnas sejak 2021-2023. Nilai penerimaan itu mencapai Rp88,3 miliar.

Besaran fee itu, kata KPK, ditentukan langsung oleh Henri. Duit yang diserahkan disebut sebagai dana komando.

Rinciannya, Marilya yang diperintah Mulsunadi menyerahkan duit sebesar Rp999,7 juta di parkiran salah satu bank di Cilangkap. Sedangkan dari Roni menyerahkan Rp4,1 miliar dari aplikasi setoran bank.

“Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan MG, MR, dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender,” ungkap Alexander.

Sementara untuk pemberi suap lainnya masih akan didalami penyidik dari KPK dan Puspom Mabes TNI. Adapun duit itu diterima Henri melalui Afri.