Mungkinkah Kasus Rizieq Shihab Diselesaikan dengan Restorative Justice seperti Usulan Habiburokhman?
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Gerindra Habiburokhman mengusulkan kepada Kejaksaan Agung agar menyelesaikan kasus Rizieq Shihab dengan pendekatan restorative justice.
“Saya berharap ini bisa dilakukan dengan pendekatan restorative justice yang pertama kasus kerumunan Habib Rizieq Shihab,” ujar Habiburokhman dalam rapat kerja Komisi III DPR, Selasa, 26 Januari.
Rizieq Shihab, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu menjadi tersangka di tiga kasus, yakni pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan, kerumunan Megamendung, dan kasus RS Ummi Bogor.
Di kasus pertama, Rizieq dijerat pasal 160 KUHP dan 216 KUHP. Ancaman pidana paling berat ada di Pasal 160 tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan dan tidak taat ketentuan undang-undang dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.
Sedangkan kasus kerumunan Megamendung, penyidik menjerat Rizieq Shihab dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit juncto Pasal 93 UU 6/28 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP.
Baca juga:
- Politikus Gerindra Habiburokhman Usul Kasus Rizieq Shihab Diselesaikan Kejagung Lewat Restorative Justice
- Usulkan Restorative Justice untuk Kasus Rizieq Shihab, Siapakah Habiburokhman?
- Pendekatan Restorative Justice Sebagai Healing Justice Pada Kasus Habib Rizieq
- Jaksa Agung Setop 222 Berkas Penuntutan, Alasannya karena Restorative Justice
Ada pun kasus RS Ummi, Bogor, Jawa Barat, Rizieq Shihab dikenakan pasal berlapis yakni Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit, Pasal 14 dan/atau Pasal 15 UU 1/1964 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 216 KUHP.
Di kasus ketiga, Rizieq ditetapkan sebagai tersangka karena menghalangi kerja Satgas COVID-19 di RS Ummi Bogor.
Andai restorative justice diterapkan pada kasus Rizieq, kemungkinan dia bisa terbebas dari ancaman hukuman pidana yang menjeratnya. Mengingat keadilan restoratif lebih menekankan pada mediasi.
“Restoratif itu (mensyaratkan) harus ada korban. Kalau di kasus kerumunan tentu tidak bisa ditahan Rizieq. Ditahan itu kasus penghasutan,” ujar ahli hukum pidana dari Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan, Mispansyah, Selasa 26 Januari.
Soal kasus kerumunan, lanjut Mispansyah, Rizieq Shihab sudah membayar denda terkait UU Kekarantinaan Kesehatan.
“Restorative justice justru ada korban dan pemulihan keadaan karena dilanggarnya ketentuan ketertiban di masyarakat. Sementara (untuk kasus) penghasutan harus terpenuhi delik materil,” terang Mispansyah.