Jaksa Agung Setop 222 Berkas Penuntutan, Alasannya karena <i>Restorative Justice</i>
Jaksa Agung ST Burhanuddin (dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Tak hanya berhasil menyelamatkan keuangan negara hingga belasan triliun rupiah dari kasus tindak pidana korupsi. Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menghentikan 222 berkas perkara penuntunan, sepanjang tahun 2020. 

Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin saat memaparkan capaiannya dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI. Alasan penghentian ratusan berkas penuntutan itu diambil sesuai prinsip Restoratif Justice.

"Sampai tanggal 31 Desember 2020 telah dilakukan penghentian penuntutan sebanyak 222 perkara berdasarkan keadilan restoratif," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin, Rabu, 27 Januari. 

Dirinya menerangkan konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. 

Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung (Perja) No. 15 Tahun 2020 tentang Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Sehingga pelaksanaan penegakan undang-undang lewat pendekatan keadilan restoratif senantiasa memandang aspek transparansi dan akuntabel.

Jika merujuk Perja No. 15 Tahun 2020, definisi keadilan restoratif yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. 

"Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan asas: keadilan; kepentingan umum; proporsionalitas; pidana sebagai jalan terakhir; dan cepat, sederhana, dan biaya ringan," tulis Perja No. 15 Tahun 2020.

Dalam hal ini, jaksa penuntut umum berwenang untuk menutup suatu perkara demi kepentingan hukum bila terdakwa meninggal dunia, kedaluwarsa penuntutan pidana. Hingga telah ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap seseorang atas perkara yang sama (nebis in idem) atau jika telah dilakukannya penyelesaian perkara di luar pengadilan (afdoening buiten process).

Penyelesaian perkara di luar pengadilan dengan pendekatan keadilan restoratif inilah yang bisa menghentikan penuntutan. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan oleh Penuntut Umum secara bertanggung jawab dan diajukan secara berjenjang kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.    

Dalam Raker tersebut Kejaksaan juga membahas evaluasi Kerja Kejaksaan Tahun 2020 dan Agenda Kejaksaan Tahun 2021 serta sasaran dan capaian. Adapun kinerja bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi telah melakukan jumlah penyelidikan 1.366 perkara dan jumlah penyidikan 1.091 perkara. 

"Termasuk penyelamatan keuangan negara sekitar Rp19,2 triliun; 76,7 ribu dolar AS; 71,5 ribu dolar Singapura; 80 euro; dan 305 poundsterling," kata Burhanuddin dalam rapat kerja yang ditayangkan di akun YouTube DPR RI.