MEDAN - Penuntutan kasus pencurian dihentikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun, Sumatera Utara. Langkah itu terkait restorative justice berdasarkan perdamaian antara korban dengan tersangka.
Kepala Kejari Simalungun, Bobbi Sandri menjelaskan, ada 8 tuntutan yang dihentikan terkait kasus pencurian kelapa sawit.
Bobbi menjelaskan kedelapan tersangka melakukan pencurian kelapa sawit karena terdesak ekonomi. Hal itu terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena mereka tidak memiliki pekerjaan tetap.
"Delapan orang tersangka yang di Restorative Justice tersebut, memiliki alasan berbeda. Dari untuk membeli susu buat anak, membayar sekolah anak dan biaya pengobatan anak yang pada umumnya dikarenakan desakan kebutuhan untuk hidup," jelas Bobbi, Rabu, 23 Maret.
Penghentian penuntutan 8 kasus pencurian berdasarkan hasil persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Fadil Zumhana.
"Dengan itu, Kejari Simalungun hingga Maret 2022 ini, telah melakukan penghentian penuntutan 8 kasus melalui program restorative justice," sebutnya.
BACA JUGA:
Bobbi mengatakan alasan dan pertimbangan penghentian penuntutan dengan penerapan restorative justice, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020. Yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Kemudian, jumlah kerugian akibat pencurian tidak melebihi Rp 2,5 juta dan ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara. Selanjutnya, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspon positif oleh masyarakat.
"Tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai. Tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," kata Bobbi.