Kejagung Hentikan Penuntutan 907 Perkara dengan Keadilan Restoratif
Wakil Jaksa Agung Sunarta. ANTARA/Anita Permata Dewi

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Jaksa Agung Sunarta mengatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyetujui penghentian penuntutan 907 perkara dari 999 perkara yang diajukan sebagai wujud implementasi mekanisme keadilan restoratif.

"Jumlah tersebut memang tidak sebanding dengan banyaknya perkara pidana yang ada, karena proses penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice (keadilan restoratif) tersebut dilakukan secara sangat selektif oleh Kejaksaan," kata Sunarta dalam keterangan tertulis dikutip Antara, Senin, 4 April.

Dalam paparannya, Sunarta mengungkapkan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif mendapat respons yang sangat positif dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya permintaan agar penyelesaian perkara dilakukan melalui proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Jaksa Agung dalam rapat kerja dengan Komite I DPD. Sunarta menjelaskan mengenai perkembangan penegakan hukum keadilan restoratif oleh Kejaksaan.

Dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, terdapat beberapa program strategis yang telah dan akan terus dilaksanakan guna mengoptimalkan pelaksanaan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Wakil Jaksa Agung mengatakan peluncuran "Rumah Restorative Justice" telah dilaksanakan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada Rabu (16/3).

Pembentukan Rumah Restorative Justice dapat menjadi sarana penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process) sebagai alternatif solusi memecahkan permasalahan penegakan hukum dalam perkara tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

"Rumah Restorative Justice tersebut pada hakikatnya juga diharapkan dapat menjadi pemicu untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmoni serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesama-nya yang membutuhkan keadilan, kemaslahatan, namun tetap tidak mengesampingkan kepastian hukum," ujar Sunarta.

Ada pun kesimpulan dalam rapat kerja tersebut adalah Komite I DPD mendukung Kejaksaan dalam upaya percepatan penerapan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, serta mengapresiasi langkah Kejaksaan RI dalam membentuk Rumah Restorative Justice sebagai upaya sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat dengan melibatkan DPD RI dalam kegiatan sosialisasi.

Komite I DPD juga mendorong pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Restorative Justice sebagai upaya unifikasi hukum dalam mekanisme penegakan Restorative Justice.