5 Kondisi Perasaan yang Sering Diekspresikan dengan Rasa Marah

JAKARTA – Rasa marah bukan satu gangguan psikologis. Emosi memuncak ketika mengalami perisiwa tertentu merupakan respon alamiah. Artinya, perlu mengenali atau mengidentifikasi kondisi apa yang dialami sehingga dapat mengontrol rasa marah.

Marah akan jadi indikasi gangguan psikologis justru karena tidak ada sebab. Misalnya, tidak ada peristiwa yang perlu direspon tetapi tiba-tiba marah tanpa sebab. Nah, kenali kondisi di bawah ini agar bisa mengontrol diri dan tidak merugikan.

Merasa tersinggung

Dilansir oleh Psychology Today, Shahram Heshmat, Ph.D, menerangkan bahwa pada umumnya orang marah karena merasa dianiaya atau tersinggung. Karena perasaan tersebut, orang akan cenderung menyerang dan disertai emosi meninggi.

Ketakutan

Setiap orang memiliki ekspektasi terhadap satu hal yang ingin dituju. Jika takut dan gelisah karena kenyataan terjadi tidak sesuai ekspektasi, orang akan mengekspresikannya dengan kemarahan. Misalnya saat berpisah dengan pasangan, reaksi yang sering muncul adalah kemarahan.

Menutupi ketakberdayaan

Marah, ungkap Heshmat, dapat menutupi ketakberdayaan. Dengan mengekspresikan rasa marah, seseorang dapat meningkatkan harga diri. Ini terjadi seringkali pada saat ada orang lain yang menghalangi tujuan atau menginggung perasaan.

Meninggikan ego

Kondisi keempat ini berkaitan dengan menutupi ketakberdayaan. Ego yang direpresi atau ditekan bisa memantik rasa marah dan mungkin lebih dari rasa marah, misalnya melampiaskan dendam agar merasa lebih puas.

Pemenuhan tanggung jawab

Kelima, kondisi yang berkaitan dengan pemenuhan tanggung jawab juga sering memantik emosi marah. Dengan marah, orang akan merasa lebih unggul.

Misalnya, ada satu tanggung jawab yang luput. Karena keluputan dari diri sendiri atau dilakukan orang lain maka rasa marah adalah cara untuk mengeskpresikan kecewa.

Beberapa kondisi lain yang memantik kemarahan antara lain ketika menerima penolakan tanpa alasan jelas dan ditindas.

Heshmat juga mengungkapkan, kedukaan juga sangat mungkin diekspresikan dengan rasa marah. Ini berkaitan dengan ekspektasi dan harapan, sama seperti pada kondisi ketakutan.

Marah, terang Heshmat, bisa bekerja seperti zat adiktif yang bermanfaat untuk antisipasi. Heshmat merekomendasikan untuk mengelola rasa marah dengan memaafkan. Menurutnya, maaf perupakan perjalanan pembebasan diri dari amarah serta dendam.

Jika mampu mengelola emosi marah dalam jangka panjang, seseorang dapat merasa lebih bahagia dan meningkatkan kualitas hidup. Strategi yang menurut Heshmat efektif dapat mengatasi rasa marah adalah dengan humor.