Alih-Alih Menjaga Keadaan, Memendam Perasaan Justru Berisiko Menurunkan Fungsi Kekebalan Tubuh
Ilustrasi akibat memendam perasaan (Pexels/Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA  Memendam perasaan memang tidak disarankan, tetapi mengekspresikan apa yang ada dihati secara berlebihan juga tidak baik untuk kesehatan. Ahli merekomendasikan perlu mempraktikkan menajemen perasaan.

Apa akibatnya jika perasaan suka dipendam tanpa diekspresikan? Melansir Healthline, Senin, 7 Juni, represi emosional atau menekan perasaan acap dilakukan. Baik ketika menghadapi penindasan maupun perasaan tertekan.

Menekan emosi cenderung dilakukan untuk menjaga keadaan. Karena rasa marah bisa menghancurkan hubungan, jadi pilih ditahan. Bahkan, perasaan ditahan juga dengan pertimbangan rasa malu dan penyangkalan.

Emosi yang sering ditahan antara lain kemarahan, frustasi, kesedihan, ketakutan, dan kekecewaan. Pada dasarnya, emosi yang disimpan bisa memicu anggapan negatif dari orang lain. Misalnya, penilaian sebagai seorang pemarah, penakut, dan lain sebagainya.

Emosi negatif apabila disimpan –meski engga ada penelitian secara spesifik bisa menyebabkan penyakit. Tetapi sebuah studi menghubungkan represi emosional dengan penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh.

Jika sistem kekebalan tubuh tidak bekerja secara efektif, maka Anda bisa lebih sering sakit dan lambat pemulihan. Perasaan yang ditahan juga memengaruhi kondisi kesehatan, khususnya berkaitan dengan mental, seperti stres, kecemasan, dan depresi.

Soal memendam perasaan juga dibuktikan menyebabkan problem pada fisik atau tubuh. Seperti otot tegang hingga nyeri, mual dan mengalami masalah pencernaan, perubahan nafsu makan, dan masalah tidur. Nah, apa yang menyebabkan kebiasaan memendam perasaan tak sadar masih dilakukan?

Trauma masa kecil turut berperan membentuk kebiasaan enggak total mengungkapkan atau menyadari perasaan. Kemarahan yang tidak selesai, juga diduga berkontribusi memicu berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular.

Orang yang cenderung mengalami kesulitan menyebutkan bagaimana perasaannya merupakan tanda merepresi emosinya. Biasanya, mereka sulit untuk menggambarkan aspek-aspek tertentu dari kehidupan.

Tanda-tanda lainnya antara lain merasa mati rasa atau kosong, gugup, rendah diri, stres dalam waktu yang lama, cenderung melupakan sesuatu, gelisah dan enggak nyaman ketika orang lain bercerita tentang perasaannya.

Untuk mengatasinya, disarankan untuk berkonsultasi pada terapis. Atau Anda bisa memulai dengan memahami dan menamai perasaan.

Cara ini disebut dengan emotionally focused therapy (EFT) yang menekankan ekspresi emosional sebagai komponen penting dari pengalaman personal dan kemampuan berelasi dengan orang lain. Caranya, tanyakan pada diri sendiri tentang perasaan Anda saat ini.

Cobalah menggunakan kata-kata atau warna dalam jurnal, bisa berupa teks maupun karya seni. Pakai sudut pandang ‘saya’.

Fokuslah pada hal-hal positif dengan tujuan menjadi lebih nyaman dengan emosi Anda, termasuk emosi negatif seperti marah, kecewa, dan takut. Tinggalkan penghakiman atau kritik terlampau tajam pada diri sendiri.