Badan Intelijen AS Sudah Deteksi Potensi Pemberontakan di Rusia, Tapi Kecepatan Grup Wagner Tetap Mengejutkan

JAKARTA - Amerika Serikat memantau dengan cermat situasi yang terjadi di Rusia, dengan badan intelijen negara itu sudah mengendus jauh-jauh hari adanya potensi kerusuhan yang terkait dengan kelompok tentara bayaran Grup Wagner.

Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris mendapat pengarahan dari tim keamanan nasionalnya, terkait dengan peristiwa Hari Sabtu tersebut. Ini kemudian didiskusikan dengan sekutu-sekutu Barat di Eropa.

Badan intelijen Negeri Paman Sam sudah mendeteksi potensi adanya kerusuhan di Rusia. Namun, progres pasukan Grup Wagner yang dipimpin Yevgeny Prigozhin tetap mengejutkan.

"Apa yang telah kita lihat sangat luar biasa. Saya pikir Anda telah melihat celah-celah yang sebelumnya tidak ada," ujar Menlu AS Antony Blinken, seperti dikutip dari The National News 26 Juni.

Sehari sebelum pemberontakan itu, pejabat intelijen AS memberikan pengarahan di Gedung Putih, Pentagon dan Capitol Hill tentang potensi kerusuhan di Rusia, mengutip VOA dari Washington Post dan New York Times.

Indikasi Prigozhin dan anak buahnya akan bergerak melawan kepemimpinan militer Rusia sudah terlacak intelijen AS sejak pertengahan Juni, kata Washington Post.

Media yang sama melaporkan, telik sandi AS juga yakin, Presiden Rusia Vladimir Putin sudah diberitahu pergerakan yang dilakukan mantan sekutu dekatnya, Prigozhin, setidaknya sehari sebelum pemberontakan.

Pasukan Progozhin bergerak cepat dari kamp mereka di Ukraina pada Hari Jumat, untuk kemudian mengambil alih kamp militer regional di Kota Rostov, sebelum menuju ke Moskow.

Pemberontakan akhir pekan itu berakhir dengan tiba-tiba, saat Prigozhin memerintahkan pasukannya untuk mundur dan balik kanan, setelah hanya berjarak 200 kilometer dari Moskow.

Menlu AS Antony Blinken menyebut gejolak itu merupakan masalah internal Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Fokus kami adalah dengan tegas dan tanpa henti pada Ukraina, memastikan bahwa Ukraina memiliki apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri dan merebut kembali wilayah yang direbut Rusia," ujar Menlu Blinken, seperti dikutip dari Reuters.

Kendati, para pejabat AS juga penasaran dengan perkembangan yang terjadi, termasuk kesepakatan antara Rusia-Progozhin yang dimediasi oleh Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, sehingga para pejuang Wagner mau kembali ke pangkalan mereka.

"Mungkin Presiden Putin tidak ingin merendahkan dirinya sendiri hingga bernegosiasi langsung dengan Prigozhin," tandas Menlu Blinken.

Diketahui, Grup Wagner merupakan unsur militer Rusia yang paling sukses dalam peperangan di Ukraina, khususnya terkait kampanye militer di Bakhmut.

Kendati, Prigozhin beberapa kali mengkritik kepemimpinan militer Rusia terkait operasi di Ukraina, mengarahkannya ke Menteri Pertahanan Sergei Shoigu serta Kepala Staf Umum Jenderal Valeri Gerasimov. Salah satu yang menjadi sorotan adalah, ketika Prigozhin menyebut Kementerian Pertahanan Rusia tidak menyediakan amunisi yang cukup kampanye Wagner di Bakhmut.

Mereka yang ikut serta dalam pemberontakan Hari Sabtu telah diberi amnesti. Sementara mereka yang tidak ikut serta diperkirakan akan diizinkan untuk bergabung dengan tentara Rusia.