Paus, Perubahan Kitab Hukum Kanonik dan Kesetaraan Gender
JAKARTA - Paus Fransiskus kembali melanjutkan terobosannya, terkait dengan kesetaraan gender, dalam hal ini pengakuan dan pemberian ruang untuk eksistensi perempuan dalam lingkungan Gereja Katolik Roma.
Ini ditandai dengan pengumuman Paus untuk mengizinkan perempuan untuk melayani jemaat di gereja sebagai pembaca di liturgi, pelayan altar dan distributor persekutuan.
Melansir Reuters, dekrit yang disebut 'Spiritus Domini' ini ditegaskan, peran ini terpisah dari imamat yang semuanya dijabat oleh laki-laki. Juga bukan secara otomatis sebagai awal dari kemungkinan perempuan untuk ditahbiskan sebagai imam.
Paus pun mengakui selama ini kaum perempuan memberikan kontribusi yang besar bagi gereja. Karenanya, dengan perubahan Undang-Undang Kitab Hukum Kanonik ini, Uskup konservatif tidak bisa lagi menghalangi perempuan untuk mengambil peran penting di keuskupan.
Dalam mengeluarkan dekrit ini, Paus mengaku sebelumnya telah melakukan refleksi teologis. Ia pun mengakui jika banyak Uskup dari berbagai dunia yang mengatakan perlunya dilakukan perubahan ini, untuk menjawab tantangan dan kebutuhan zaman.
Pejabat perempuan
Dalam surat yang menyertai dekrit tersebut, Paus mengatakan ingin membawa 'stabilitas pengakuan publik' terhadap peran yang sudah dilakukan oleh wanita.
“Pergeseran ini membawa Gereja institusional selaras dengan realitas pastoral di seluruh dunia,” kata Direktur Eksekutif Konferensi Penahbisan Wanita Kate McElwee yang gencar mempromosikan imamat wanita.
Sebelumnya, Paus Fransiskus sudah mengangkat sejumlah pejabat wanita tahun lalu. Misalnya saja saat Paus memberikan enam dari tujuh jabatan di Dewan Ekonomi Vatikan kepada perempuan pada Agustus 2020 lalu. Mereka dipilih karena memiliki latar belakang ekonomi dan keuangan.
Mereka yang ditunjuk yakni Charlotte Kreuter-Kirchhof dan Marija Kolak (Jerman), Eva Castollo Sanz dan Maria Concepcion Osakar Garaicoechea (Spanyol) serta Leslie Jane Ferrar dan Ruth Maria Kelly (Inggris).
Paus juga telah menunjuk wanita sebagai wakil menteri luar negeri, direktur Museum Vatikan, wakil kepala Kantor Pers Vatikan, serta empat wanita sebagai anggota dewan Sinode Para Uskup.
Baca juga:
Tak berhenti sampai di situ, Paus juga membentuk komisi untuk mempelajari sejarah Diaken wanita di abad-abad awal Gereja Katolik. Ini diharapkan para pendukung diakonat perempuan untuk bisa mengarah pendeta perempuan.
Seperti imam, Diaken ditahbiskan sebagai pelayan dan seperti dalam imamat, yang saat ini di gereja haruslah pria. Mereka mungkin tidak merayakan Misa, tetapi mereka dapat berkhotbah, mengajar atas nama Gereja, membaptis dan memberkati pernikahan, layanan kelahiran dan pemakaman dan bahkan menjalankan paroki dengan izin dari seorang uskup.