Pengamat Kebijakan Publik: PJ Gubernur Heru Budi Sepertinya Tidak Punya Nyali Bongkar Kasus Ancol
JAKARTA - Mangkraknya proyek proyek pembangunan di Ancol hingga kasus penghentian penyidikan atau SP3 terhadap Fredie Tan terkait dugaan penjarahan sejumlah aset BUMD milik Pemprov DKI yang ditengarai merugikan keuangan negara puluhan miliar rupiah sempat trending hashtag #usutkorupsiancol.
Namun, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono enggan mengomentari permasalah yang tengah terjadi di tubuh perusahaan Ancol, mulai dari proyek mangkrak hingga konflik internal.
"Urusan Ancol, tanya Ancol," kata Heru Budi saat ditemui di Pendopo Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 6 Juni.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Dr. Drs. Trubus Rahardiansah menilai Heru Budi Hartono tidak punya nyali untuk mengungkap kasus tersebut.
"Masalahnya PJ Gubernur Budi sepertinya tidak akan berani karena gak punya nyali untuk membuka itu, karena kalau dibuka akan membuat kegaduhan karena melibatkan banyak pihak karena dari tahun 2009 akarnya jauh, banyak yang ikut menikmati, pejabat mungkin sampai ke parpol juga," kata Trubus di Jakarta, Selasa 13 Juni.
Menurutnya, jika dilihat dari banyaknya permasalahan dan mangkraknya beberapa pembangunan di Ancol, terutama oleh PT PJA maka bisa ditarik satu kesimpulan kalau manajemen pengelolaan aset Pemprov DKI lemah dalam hal pengawasan.
"Karena itu menunjukkan adanya perilaku koruptif para birokrasi dan mungkin juga di anggota dewan juga, di satu sisi juga punya orang BUMD melakukan perbuatan pelanggaran hukum," ujarnya.
"Kalo memang mau dibuka kembali itu bagus buka aja semuanya di investigasi ulang termasuk terhadap SP3 Fredie Tan," katanya lagi.
Trubus pun berpendapat jika Heru Budi berani membongkar kasus tersebut tentu harus dilakukan investigasi menyeluruh. Namun ia melihat ada unsur kesengajaan, mengadakan perjanjian tidak pakai notaris, kalau pakai notaris cuma formalitas yang pada akhirnya itu menunjukkan perilaku-perilaku korupsi.
"Tapi ranahnya ini memang ada di tangan gubernur, karena kewenangannya ada di pusat. Sofyan Djalil maupun direksi sebelumnya harus di proses secara hukum, dicopot dari jabatannya kalau memang berani," jelasnya.
Terkait langkah apa saja yang bisa dilakukan PJ Gubernur DKI Jakarta untuk menyelamatkan aset Ancol, Trubus menyarankan untuk melakukan law enforcement, menyerahkan kepada aparat penegak hukum (kejaksaan, KPK, polisi) untuk melakukan investigasi ulang.
"Hanya saja saya ragu Heru budi punya political will dan political action untuk mengungkap kasus tersebut. Walaupun harusnya tidak usah takut untuk membongkar kasus ini, karena dia juga cuma PJ Gubernur tidak punya beban kampanye. Dengan adanya rekomendasi dari ombudsman, Heru budi harusnya segera menindaklanjuti," imbuhnya.
Menyoal temuan Ombudsman adanya mal administrasi pada perjanjian antara PT WAIP selaku pengguna aset PT PJA dengan PT MEIS selaku perusahaan pengelola stadium berstandar internasional yang berujung pada mangkraknya ABC Mall tempat stadium tersebut dibangun, menurut Trubus, ada unsur kesengajaan dan mereka saling lepas tanggung jawab.
Baca juga:
"Dan saya melihat ada aktor yang lebih besar lagi yang terlibat. Dilihat dari sisi publik, kasus ini harus segera diselesaikan, political will dan political action, karena ada di tangan Gubernur. Kalau memang ingin menyelamatkan aset negara atau uang rakyat juga, gubernur bisa melakukan kolaborasi, koordinasi dan Kerjasama dengan APH seperti yg dilakukan Pak Mahfud. Harus ada keberanian, PPATK juga dilibatkan. Rekomendasi dari ombudsman ini sudah menjadi bukti hukum yang kuat untuk dilaksanakan. Agar ini tidak berlarut-larut, PJ Heru Budi juga harus koordinasi dengan pemerintah pusat," paparnya.
Menurutnya, jika dibiarkan atau tidak dibiarkan sudah ada potensi kerugian negara karena disitu ada maladministrasi jadi ada kerugian negara miliaran sejak 2009. Korupsi di birokrasi selalu diawali dengan praktik maladministrasi, korupsi adalah buntut dari tindakan maladministrasi baik berupa perbuatan penyimpangan prosedur, keberpihakan maupun bentuk-bentuk perbuatan maladministrasi lainnya yang kemudian menyebabkan kerugian.
"Meskipun maladiminstrasi bentuk korupsi dalam skala tertentu, ada tindak pidana korupsi selalu diawali niat (mensrea), kehendak, motif dan tujuan serta kesempatan," katanya.