Kembali Serukan Penghentian Kekerasan di Myanmar, Presiden Jokowi: Rakyat yang akan Jadi Korban
JAKARTA - Pemerintah Indonesia kembali menyerukan semua pihak untuk menghentikan kekerasan di Myanmar, lantaran kondisi itu hanya mengorbankan masyarakat dan sebaliknya, tidak ada pihak yang menjadi pemenang.
"Rakyat yang akan menjadi korban karena kondisi ini tidak akan membuat siapa pun menang. Saya mengajak, marilah kita duduk bersama, ciptakan ruang dialog untuk mencari solusi bersama," ungkap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam konferensi pers di Hotel Meruorah, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri RI Senin 8 Mei.
Untuk itu, lanjut Presiden Jokowi, keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun ini akan terus mendorong implementasi dari lima poin kesepakatan atau "Five Point Consensus (5PC)".
Lebih jauh diterangkannya, salah satu poin dalam kesepakatan tersebut adalah berkaitan dengan bantuan kemanusiaan.
Menurut Presiden Jokowi, berbagai upaya telah dilakukan oleh Indonesia dan melalui keketuaannya di ASEAN, mampu memfasilitasi The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre).
Setelah tertunda cukup lama karena masalah akses, Presiden mengatakan, joint needs assesment mampu diselesaikan.
"Ini masalahnya adalah masalah akses. Kemarin, AHA Center didampingi tim monitoring ASEAN akan menyerahkan bantuan kemanusiaan, tetapi sangat disayangkan di tengah perjalanan terjadi baku tembak," papar Presiden Jokowi.
Baca juga:
- Temui Putra Mahkota Arab Saudi, Penasihat Keamanan Nasional AS Bahas Upaya Perdamaian Yaman
- 21 Orang Tewas Akibat Perahu Tenggelam di India, Diduga Masih Ada Korban yang Terjebak
- Ukraina Klaim Lumpuhkan 35 Drone Buatan Iran yang Diluncurkan Rusia ke Sejumlah Kota
- SOM Awali KTT ke-42 ASEAN, Bahas Sejumlah Isu Penting dan Prioritas Keketuaan Indonesia
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga telah menjelaskan, ada dua tahap bantuan kemanusiaan untuk Myanmar.
Tahap pertama terkait dengan life saving, telah selesai dilakukan karena terkait dengan bantuan penanggulangan COVID-19. Sedangkan tahap kedua life sustaining.
"Tahap kedua ini sempat alami hambatan karena kurangnya akses kepada AHA Centre untuk menjangkau penduduk yang memerlukan terutama di wilayah-wilayah yang di luar kontrol militer Myanmar," ujar Menlu Retno.