Eksklusif Kepala BPS, Margo Yuwono: Secara Makro Masyarakat Indonesia Makin Sejahtera, Tapi Pemerataan Masih Menjadi Tantangan
Ada kabar baik yang diungkap oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Dr. Margo Yuwono, SSi, Msi., soal tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia kini. Pasca pandemi saat nyaris semua negara ekonominya terpuruk, Indonesia mangalami perbaikan, angka kemiskinan dan pengangguran menurun. Yang masih jadi pekerjaan rumah adalah pemerataan.
***
Dari catatan yang dihimpun BPS laju pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mencatatkan angka yang mengembirakan. Pada tahun 2022 pertumbuhan ekonomi tercatat 5,31 persen dan angka inflasi tahunan sebesar 5,51 persen. Angka pertumbuhan ekonomi ini meningkat dari tahun sebelumnya sementara tingkat inflasi relatif terkendali. Angka kemiskinan dan pengangguran juga menurun. Namun yang masih menjadi tantangan adalah pemerataan.
“Yang bagus itu ekonominya tumbuh, dan distribusinya merata. Pada September 2022, persentase pengeluaran pada penduduk 40 persen terbawah sebesar 18,24 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah. Kondisi ini meningkat dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 18,06 persen,” katanya.
Yang menjadi catatan penting Margo Yuwono adalah mereka yang menikmati pertumbuhan ini masih didominasi oleh 20 persen penduduk teratas. “Hal ini ditunjukkan oleh distribusi pengeluaran dari 20 persen penduduk teratas sebesar 45,98 persen pada September 2022,” lanjutnya.
Menurut Margo dari catatan ini secara makro tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia membaik. “Dari ukuran makronya memang demikian. Kondisi kemiskinan pasca pandemi COVID-19 terus mengalami penurunan, namun kembali meningkat pada September 2022 (9,57 persen) dari Maret 2022 (9,54 persen) yang salah satunya disebabkan oleh penyesuaian harga BBM. Namun demikian, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan masih tetap mengalami penurunan, dan dari sisi jumlah masih terdapat 26,36 juta penduduk miskin yang masih terbilang cukup besar.
Merujuk data yang dihimpun BPS selama beberapa kali lebaran terakhir, di musim lebaran dan Idulfitri inflasi akan lebih tinggi dari bulan-bulan lainnya. “Secara historis, komoditas yang terdampak tingginya permintaan pada momen Ramadan-Lebaran adalah tarif angkutan udara, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras,” ungkapnya.
Meski demikian masyarakat dan produsen atau pedagang bisa membantu mengerem laju inflasi. Caranya, untuk masyarakat dengan berbelanja sewajarnya saja tidak perlu panik. Sedangkan dari sisi pedagang jangan aji mumpung dengan mengambil keuntungan di atas kewajaran. “Selama pasokan dapat terpenuhi, produsen dan pedagang diharapkan dapat menjaga harga pada level yang sewajarnya. Dengan begitu, inflasi komoditas-komoditas dapat terkendali,” tukasnya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Rifai dan Irfan Medianto dari VOI yang menyambanginya di Kantor Pusat BPS, Jakarta, belum lama berselang. Inilah petikannya.
Berapa angka inflasi Maret, dan untuk Ramadan dan Lebaran 2023 ini seperti apa prediksi inflasi?
Berdasarkan pantauan kami, inflasi pada bulan Februari 2023 sebesar 0,16 persen. Sedangkan pada bulan Maret sedikit mengalami peningkatan menjadi 0,18 persen. Inflasi bulan Maret ini bertepatan dengan masuknya bulan Ramadan. Adapun komoditas yang dominan penyumbang inflasi Maret adalah: tarif angkutan udara (0,03 persen), bensin (0,03 persen), beras (0,02 persen), cabe rawit (0,02 persen), rokok kretek filter (0,02 persen), dan bawang putih (0,02 persen).
Untuk proyeksi bulan April dan lebaran, seperti pola sebelumnya saat lebaran itu inflasi meningkat. Karena itu, inflasi pada April 2023 yang memuat dua momen penting yaitu Ramadan dan Idulfitri, tentunya perlu menjadi perhatian bersama. BPS memang tidak mengeluarkan prediksi, tapi kita dapat belajar dari historis inflasi beberapa tahun ke belakang. Secara historis, inflasi pada momen Ramadan dan Lebaran memang relatif lebih tinggi dibanding bulan-bulan lainnya.
Merujuk sejarah inflasi pada Ramadan dan Lebaran tahun-tahun sebelumnya seperti apa perkiraan di tahun ini?
Historis perkembangan inflasi beberapa tahun terakhir pada momen Ramadan-Lebaran terjadi fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada Lebaran 2019 yang bertepatan dengan bulan Juni inflasi di angka: 0,55 persen, 2020 (Mei) : 0,07 persen, 2021 (Mei) : 0,32 persen dan 2022 (Mei) : 0,40 persen. Yang menjadi catatan kita, tahun 2020 kita baru memasuki masa pandemi sehingga rendahnya permintaan membuat rendahnya tingkat inflasi.
Saat PPKM dicabut keadaan sudah kembali seperti sebelum pandemi, apa saja yang menyumbang angka inflasi di Ramadan dan lebaran ini?
Peningkatan inflasi pada momen Ramadan-Lebaran secara umum disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan akibat konsumsi masyarakat yang relatif lebih tinggi. Selain itu pendapatan masyarakat jelang Lebaran biasanya meningkat (dapat THR dan bonus), ini juga mendorong tingginya daya beli masyarakat. Secara historis, komoditas yang terdampak tingginya permintaan pada momen Ramadan-Lebaran adalah tarif angkutan udara, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Kalau kita kaitkan dengan Ramadan dan Lebaran, komponen apa saja yang dipantau BPS peningkatannya tinggi?
Jika dilihat berdasarkan komoditas menurut komponen, yang biasanya terdampak tingginya permintaan selama periode Ramadan-Lebaran adalah komoditas pada komponen volatile foods dan komponen administered prices, khususnya pada kelompok transportasi. Komoditas pada komponen volatile foods yang berdasarkan historis kerap menyumbangkan andil inflasi pada momen Ramadan dan Idulfitri di antaranya adalah daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Adapun pada komponen administered prices, yaitu tarif angkutan udara.
Secara umum, kenaikan inflasi pada momen Ramadan-Lebaran disebabkan karena meningkatnya permintaan masyarakat. Namun, pada beberapa komoditas juga disebabkan permasalahan produksi, seperti pada Maret 2023, cabe rawit memiliki andil inflasi cukup besar, juga disebabkan karena terbatasnya produksi akibat cuaca buruk, dan tarif angkutan udara.
Pesawat, KA, bus dan kapal laut, adalah empat moda transportasi mudik, mana yang paling dominan penyumbang inflasi?
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada momen lebaran, biasanya kebutuhan transportasi meningkat. Pada lebaran tahun ini, pemerintah menetapkan cuti bersama selama 5 hari dan libur nasional selama 2 hari. Hal ini diperkirakan akan semakin mendorong terjadinya lonjakan jumlah pemudik yang akan meningkatkan permintaan terhadap sektor transportasi. Berdasarkan pengalaman lebaran tahun sebelumnya, moda transportasi yang paling berdampak pada momen lebaran adalah tarif angkutan udara dan tarif kereta api.
Pada lebaran tahun 2020-2022, tarif angkutan udara menyumbang andil inflasi tertinggi. Sebagai catatan tambahan, inflasi tarif transportasi (sebagai komoditas yang diatur pemerintah) juga sangat tergantung pada keputusan pemerintah dalam menetapkan tuslah, tarif batas bawah (TBB), dan tarif batas atas (TBA) serta kepatuhan operator dalam menerapkan kebijakan.
Apakah masyarakat bisa membantu mengerem angka inflasi seperti di masa lebaran dan pasca lebaran?
Ada dua faktor utama yang menjadi penyumbang inflasi. Pertama tingginya permintaan konsumen, ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lonjakan harga barang. Pada momen Ramadan-Lebaran, masyarakat dapat mengelola pengeluaran dengan bijak dan melakukan pembelian yang sewajarnya. Kedua dari sisi produksi (produsen dan pedagang), sebaiknya produsen dan pedagang tidak memanfaatkan momen Ramadan-Lebaran untuk meraup keuntungan dan menaikkan harga tanpa dasar yang jelas. Artinya, selama pasokan dapat terpenuhi, produsen dan pedagang diharapkan agar dapat menjaga harga pada level yang sewajarnya. Dengan begitu, inflasi komoditas-komoditas dapat terkendali.
Bagaimana dengan pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, apakah juga berpengaruh pada pergerakan inflasi?
Penggunaan kendaraan pribadi tidak berdampak langsung terhadap pergerakan inflasi. Dilihat dari sisi permintaan terhadap transportasi: semakin banyak pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, akan mengurangi permintaan terhadap moda transportasi umum. Hal ini tidak berdampak langsung pada pergerakan inflasi. Untuk menentukan tingkat inflasi, perlu dilihat baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Meskipun permintaan terhadap transportasi menurun, namun apabila ketersediaan moda transportasi tetap tidak dapat mengimbangi kebutuhan yang ada, maka lonjakan kenaikan harga diperkirakan akan tetap terjadi. Dilihat dari sisi permintaan barang dan jasa lainnya.
Semakin banyak pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, berpotensi meningkatkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa lainnya (yang dikonsumsi selama melakukan perjalanan). Hal ini kemungkinan besar terjadi pada kota-kota yang menjadi tujuan pemudik atau kota-kota yang disinggahi pemudik selama libur Lebaran.
Oke, setelah panen raya dilakukan di beberapa daerah, bagaimana pantauan harga beras dalam sebulan terakhir? Apa yang bisa dilakukan agar harga beras yang menjadi makanan pokok bisa stabil?
Meski di beberapa daerah sudah mengalami panen raya, harga beras di level pedagang besar (grosir) memang masih terpantau naik. Harga beras pada tingkat perdagangan besar pada Maret 2023 berada di level Rp12.042, naik 0,43 persen dari bulan Februari 2023. Pada tingkat konsumen beberapa bulan terakhir, terjadi kenaikan harga beras secara berturut-turut.
Memasuki panen raya, pada Maret 2023 tingkat kenaikan harga beras terpantau mulai melemah. Inflasi beras pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,70 persen setelah sebelumnya mengalami inflasi yang cukup tinggi pada Desember 2022 hingga Februari 2023. Mulai melemahnya inflasi beras pada Maret menunjukkan bahwa dampak panen raya baru mulai dirasakan di level pedagang eceran. Berdasarkan data hasil Survei Harga Konsumen pada Maret 2023, juga terpantau bahwa penurunan harga beras mulai terjadi di 29 kota pantauan IHK (Indeks Harga Konsumen).
BPS baru-baru ini melaporkan kenaikan indeks harga perdagangan besar, dengan sektor pertambangan yang tertinggi. Selain itu apa lagi yang mengalami kenaikan?
Selain sektor pertambangan, dua sektor penyusun HPB lainnya juga turut mengalami kenaikan, yaitu sektor pertanian yang naik sebesar 0,49 persen (month to month) atau 4,03 persen (year on year) dan sektor industri naik sebesar 0,22 persen (month to month) dan 5,70 persen (year on year). Kenaikan yang terjadi di sektor pertanian utamanya didorong oleh kenaikan harga kelapa sawit, bawang putih, kelapa, telur ayam ras, dan cabe rawit. Sedangkan di sektor industri kenaikannya didorong oleh kenaikan harga rokok kretek dan filter, bensin, beras, rokok kretek tanpa filter, dan rokok putih.
Pariwisata menjadi andalan pemerintah di luar migas, berapa besar efek sektor pariwisata dalam menumbuhkan perekonomian kita?
BPS bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappenas, dan lembaga lain yang terkait mengembangkan statistik pariwisata yang berdasarkan pada manual Tourism Satellite Accounts (TSA). Indikator yang diturunkan dari neraca tersebut adalah sumbangan pariwisata terhadap perekonomian nasional yang disebut TDGDP (Tourism Direct Gross Domestic Product).
Sumbangan pariwisata terhadap perekonomian nasional selama tahun 2016-2020. Untuk tahun 2016: 4,65 persen, tahun 2017: 4,67 persen, tahun 2018: 4,91 persen, tahun 2019: 4,97 persen. Dan tahun 2020: 2,24 persen. Untuk angka tahun 2021 masih dalam proses finalisasi penghitungan. Informasi lebih lengkap bisa dilihat di publikasi “Tourism Satellite Account Indonesia 2016-2020” yang bisa diunduh pada website www.bps.go.id. Sektor pariwisata ini memang harus dioptimalkan karena kita punya potensi yang besar.
Baca juga:
- BPS: Struktur Ekonomi Indonesia 2022 Masih Terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera
- Nilai NTP Maret 2023 Tembus 178,85, BPS: Petani Perkebunan Kaltim Paling Sejahtera
- Target Tercapai! Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2022 Sebesar 5,31 Persen
- Bukan Daging Sapi, Inflasi Terbesar Saat Lebaran Diyakini dari Harga Ini
Kalau kita kaitkan dengan momen lebaran, biasanya masyarakat juga berwisata, bagaimana Anda melihat hal ini?
Selain pulang untuk berlebaran, para pemudik biasanya menyambangi obyek wisata di sekitar lokasi mudik. Tentu saja ini akan menggerakkan ekonomi di sekitar lokasi wisata, melalui konsumsi yang dilakukan. Peningkatan konsumsi ini bagus, karena bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dalam salah satu laporan, BPS mengeluarkan informasi bahwa ada peningkatan rata-rata pendapatan penduduk Indonesia, seperti apa penjelasannya?
Kalau dilihat dari indikator makro, peningkatan ekonomi itu dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi. Lebih khusus pendapatan masyarakat bisa dilihat dari indikatornya adalah konsumsi rumah tangga. Ini adalah cerminan dari berapa besar pendapatan masyarakat kita. Dilihat dari data: angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun 2022; 4,93 persen. Jika dibandingkan dengan angka sebelum pandemi (2019) memang belum kembali (angkanya 5,04 persen). Tahun 2020 karena mobilitas terganggu akibat pandemi angkanya -2,63 persen. Dengan perbaikan sektor kesehatan, dan mobilitas masyarakat mengalami peningkatan, keadaan itu kian membaik.
Distribusi pendapatan yang membaik itu di golongan mana saja?
Yang bagus itu ekonominya tumbuh, dan distribusinya merata. Pada September 2022, persentase pengeluaran pada penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 18,24 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah. Kondisi ini meningkat dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 18,06 persen. Namun demikian, menguatnya perekonomian Indonesia memang masih ada catatan, soalnya yang menikmatinya masih didominasi oleh 20 persen penduduk teratas. Hal ini ditunjukkan oleh distribusi pengeluaran dari penduduk 20 persen teratas yang sebesar 45,98 persen pada September 2022, meskipun kondisinya menurun dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 46,20 persen.
Menurut Bank Dunia, ketimpangan dapat diukur dari seberapa besar persentase distribusi pengeluaran pada penduduk 40 persen terbawah. Terdapat tiga kategori: ketimpangan tinggi, persentase di bawah 12 persen, ketimpangan sedang, persentase berkisar antara 12-17 persen dan ketimpangan rendah, persentase di atas 17 persen.
Dari data itu artinya masyarakat kita makin membaik tingkat kesejahteraannya, meskipun masih didominasi 20 persen golongan teratas?
Dari ukuran makronya memang demikian. Kondisi kemiskinan pasca pandemi COVID-19 terus mengalami penurunan, namun kembali meningkat pada September 2022 (9,57 persen) dari Maret 2022 (9,54 persen) yang salah satunya disebabkan oleh penyesuaian harga BBM. Namun demikian, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan masih tetap mengalami penurunan, dan dari sisi jumlah masih terdapat 26,36 juta penduduk miskin yang masih terbilang cukup besar.
Di sisi lain, indikator pengangguran di Indonesia mengalami tren penurunan pasca pandemi COVID-19. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2022 sebesar 5,86 persen, ini lebih rendah dibandingkan dengan Agustus 2021 sebesar 6,49 persen. Namun demikian, dari sisi jumlah pengangguran sebesar 8,42 juta orang, masih terbilang cukup besar dan perlu menjadi perhatian bersama. Secara umum perekonomian kita membaik, tantangannya jumlah penganggurannya semakin besar karena jumlah penduduk kita memang besar. Kenaikan pendapatan penduduk tentunya perlu diimbangi dengan pengendalian inflasi. Apabila inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pendapatan, maka sebetulnya terjadi penurunan pendapatan secara riil.
Pada kuartal 4 tahun 2022 pertumbuhan ekonomi 5,01 persen dan inflasi 5,31 persen? Untuk kuartal 1 tahun 2023 ini seperti apa prediksi BPS?
Biasanya di awal tahun itu pertumbuhan ekonomi memang lebih lambat dari kuartal 4 tahun sebelumnya (2022). Masuk pada kuartal 2 dan 3 pertumbuhan akan meningkat. Untuk angka pastinya berapa petumbuhan di kuartal 1 2023 ini diumumkan 5 Mei 2023.
Suntuk di Kantor, Margo Yuwono Pilih Aktivitas Ini
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengusir bosan dan keluar dari tekanan rutinitas kerja. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Dr. Margo Yuwono, SSi, Msi., punya cara sendiri. Dia memilih berkebun tanaman buah-buahan dan sayuran, serta beternak ikan di kampung halamannya. Aktivitas itu bisa membuatnya lepas dari rutinitas dan setelah melakukan itu bisa segar kembali.
Menurut Margo, aktivitas rutin memang harus diselingi agar tidak menimbulkan kebosanan. “Untuk mengimbangi aktivitas kantor yang padat saya memilih kegiatan yang berbeda. Pilihan saya jatuh pada berkebun buah-buahan di kampung halaman; Blitar, Jawa Timur,” ungkapnya.
“Salain berkebun buah-buahan, saya juga suka beternak ikan. Ada ikan hias dan juga ikan untuk dikonsumsi,” lanjut pria kelahiran 5 Juni 1963 ini.
Kalau tak ada kesibukan yang penting sekali, Margo akan meninggalkan Jakarta dan bertolak ke Blitar setiap dua pekan atau paling lama tiga pekan sekali. “Setelah melihat dan merawat tanaman di kebun dan beternak ikan bisa me-refresh kepenatan setelah melakoni aktivitas rutin di kantor,” aku Margo yang melanjutkan studi S1 Ilmu Statistik di Institut Pertanian Bogor (IPB) setelah tamat dari Akademi Ilmu Statistik (AIS).
Tak sembarang buah-buahan yang ditanam Margo. Ia menanam buah-buahan yang tidak dimiliki banyak orang. “Saya menanam buah sawo sapote. Itu varietas buah sawo yang ukurannya besar sekali. Ada juga tanaman mangga yang bibitnya dari Taiwan. Selain itu ada buah alpukat California yang ukurannya juga besar,” kata Margo yang menyelesaikan jenjang S2 dan S3 juga di IPB.
Redam Inflasi
Di sela-sela menanam buah, Margo Yuwono juga menanam sayur-sayuran. “Untuk sayuran saya pilih yang bisa dipanen cepat, seperti cabe, terong, tomat, mentimun, sawi, dan sebagainya. Sayur-sayuran jangka pendek itu hanya dalam kurun waktu 30 sampai 60 hari sudah bisa panen. Jadi pas saya pulang kampung sudah bisa menikmati hasil tanaman sendiri,” katanya.
Tanpa sengaja, apa yang dilakukan Margo dengan menanam komoditas cabe sudah bisa mengurangi ketergantungan pada pasokan di pasar yang kerap dilanda inflasi.
“Cabe itu amat tergantung dengan cuaca, kalau musim hujan hasilnya akan berkurang. Ketika hasilnya panen kurang dan permintaan tetap, biasanya harga akan naik. Makannya cabe sering masuk dalam komoditas penyumbang inflasi. Kalau semua keluarga di Indonesia bisa menanam cabe di pekarangan rumahnya, seperti yang saya lakukan bisa ikut berpartisipasi mencegah laju inflasi,” katanya.
Soal buah-buahan berukuran jumbo yang ia tanam di kebun, kata Margo, dari sisi rasa tak berbeda jauh dengan buah-buahan lokal yang lebih kecil. “Saya juga suka dengan buah-buahan lokal yang dari sisi ukuran memang lebih kecil. Namun dari sisi rasa, buah-buahan berukuran besar itu tidak kalah dengan buah-buahan lokal,” katanya.
Yang bikin Margo suka alpukat, karena buah ini mengandung nutrisi yang relatif bersahabat dengan tubuh. “Karena alpukat itu buah yang mengandung lemak yang amat bersahabat dengan tubuh kita,” katanya.
Soalnya di usia yang sudah tak muda lagi ini, Margo harus menjaga asupan makanan yang dia konsumsi. “Saya menghindari makan-makanan fast food yang banyak dijual di kota-kota besar. Saya lebih suka makanan yang diolah secara normal di dapur rumah kita. Bukan hidangan cepat saji yang kini menjamur di berbagai tempat,” katanya.
Pola Tidur
Selain mengatur pola makan, Margo Yuwono juga mengatur pola istirahat dan waktu tidur. “Kalau tak ada agenda yang penting, jam 21.00 WIB atau 22.00 WIB saya sudah tidur. Keesokan harinya sekitar jam 04.00 WIB saya sudah bangun dan memulai aktivitas lagi,” kata pria yang setia mengabdikan dirinya dalam dunia statistik sejak selesai kuliah hingga kini.
Banyak manfaat yang bisa dipetik Margo dari tidur lebih awal. Dia bisa bangun lebih cepat. “Yang utama adalah beribadah di waktu subuh. Selain itu saya juga bisa menyiapkan pekerjaan kantor lebih baik sebelum saya berangkat ke tempat kerja,” ujar Margo yang mendapat Satyalancana Karya Satya (30 tahun mengabdi) dari Presiden Republik Indonesia.
Aktivitas lain yang dilakukan Margo untuk menjaga kebugaran tubuh adalah olahraga. “Saya memilih olahraga yang sesuai umur. Dulu saya senang bulu tangkis. Tapi itu olahraga yang tidak ringan, saat usia terus bertambah saya harus sadar diri,” kata Ketua Himpunan Alumni AIS/STIS (HAISSTIS) 2019-2022.
Karena olahraga itu tak boleh tinggal, ia memilih yang lebih ringan namun tetap bisa berkeringat. “Yang murah dan meriah adalah jalan pagi. Itu yang kini rutin saya lakukan. Kadang aktivitas jalan pagi itu saya barengi dengan menemani istri berbelanja di pasar. Pulangnya sudah berkeringat,” paparnya. Istri senang karena ditemani berbelanja, sementara Margo Yuwono bisa berolahraga.
"Ada dua faktor utama yang menjadi penyumbang inflasi. Pertama tingginya permintaan konsumen. Pada momen Ramadan-Lebaran, masyarakat dapat mengelola pengeluaran dengan bijak dan melakukan pembelian yang sewajarnya. Kedua dari sisi produksi (produsen dan pedagang), sebaiknya produsen dan pedagang tidak memanfaatkan momen Ramadan-Lebaran untuk meraup keuntungan dan menaikkan harga tanpa dasar yang jelas,"