Inisiatif Perdamaian Presiden Brasil Lula Soal Perang Ukraina Dikritik Amerika Serikat, Tapi Dipuji Rusia
JAKARTA - Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menuai kritik dari Amerika Serikat pada Hari Senin, terkait komentarnya baru-baru ini yang menyatakan Barat telah "mendorong" perang dengan mempersenjatai Ukraina, tetapi dipuji oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov atas usulannya untuk pembicaraan damai.
Menlu Lavrov, dalam kunjungan ke Brasilia, bertemu dengan Presiden Lula dan berterima kasih kepada Brasil atas upayanya untuk menyelesaikan konflik tersebut. Tetapi, seorang juru bicara Gedung Putih menuduh Lula "meniru propaganda Rusia dan China tanpa melihat fakta."
Presiden Lula telah menempatkan dirinya sebagai perantara pembicaraan damai untuk mengakhiri konflik Ukraina, yang dimulai ketika Rusia menginvasi negara tetangga pada Februari 2022. Usulan itu didasarkan pada tradisi non-intervensi dan diplomasi terbuka Brasil.
Menlu Lavrov mengatakan kepada wartawan di Brasilia pada Hari Senin bahwa Moskow "berterima kasih kepada teman-teman Brasil kami atas pemahaman mereka yang jelas tentang asal mula situasi."
"Kami berterima kasih atas keinginan mereka untuk berkontribusi menemukan cara untuk menyelesaikan situasi ini," ujar Menlu Lavrov, melansir Reuters 18 April.
Sebelumnya, Presiden Lula membuat marah banyak orang di Barat dengan komentarnya akhir pekan lalu, menyerukan kekuatan Barat untuk berhenti menyediakan senjata untuk perang. Komentar itu muncul tak lama setelah dia kembali dari China, di mana dia membahas masalah tersebut dengan Presiden Xi Jinping.
"Amerika Serikat perlu berhenti mendorong perang dan mulai berbicara tentang perdamaian," kata Presiden Lula pada Sabtu dalam sambutannya kepada wartawan.
Dia juga menyerukan sekelompok negara yang tidak terlibat dalam perang, untuk melibatkan Rusia dan Ukraina dalam pembicaraan damai.
"Tapi kita juga harus berbicara dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kita harus meyakinkan orang bahwa perdamaian adalah jalannya," lanjut Presiden Lula.
Terpisah, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan pada Hari Senin, komentar Presiden Lula "salah arah" dan meleset dari sasaran, dengan "menyarankan Amerika Serikat dan Eropa entah bagaimana tidak tertarik pada perdamaian, atau bahwa kita berbagi tanggung jawab atas perang."
Sejauh ini di antara negara-negara Barat, hanya Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyambut inisiatif perdamaian Presiden Lula. Seruan pemimpin Brasil untuk menghentikan pasokan senjata ke Ukraina tidak diterima dengan baik di antara sebagian besar diplomat.
"Ini membunyikan alarm," kata seorang duta besar Eropa di Brasilia, menambahkan bahwa mengakhiri pasokan senjata untuk Ukraina sama saja dengan memihak Rusia.
"Ini adalah perang agresi dan pertahanan. Jika mereka tidak memiliki senjata, Ukraina kehilangan hak untuk membela diri," lanjut diplomat yang meminta namanya tidak disebutkan.
Baca juga:
- AS Konfirmasi Serangan Helikopternya di Suriah Tewaskan Perencana Serangan ISIS untuk Kawasan Timur Tengah dan Eropa
- PM Israel Sebut Perdamaian dengan Arab Saudi Bisa Menjadi Lompatan Raksasa Akhiri Konflik Arab-Israel
- Komandan Sistem Pertahanan Rudal Iran Dihukum Penjara 13 Tahun Karena Menembak Jatuh Pesawat Penumpang Ukraina
- Catat Rekor, Polisi Temukan Kokain Senilai Rp6,4 Triliun Mengambang di Laut
Diketahui, Kyiv, Washington dan sekutu lainnya mengatakan gencatan senjata sekarang akan membuat Rusia menguasai wilayah yang direbutnya secara paksa, menegaskan Ukraina memiliki hak untuk mencari senjata Barat untuk mengusir penjajah.
Uni Eropa juga menolak saran Presiden Lula, bahwa Ukraina dan Rusia harus disalahkan atas perang tersebut. Juru bicara urusan luar negeri Uni Eropa Peter Stano mengatakan semua bantuan ditujukan untuk "pertahanan sah" Ukraina.
Awal tahun ini, Presiden Lula menolak memasok amunisi ke Ukraina, seperti yang dilaporkan diminta oleh Jerman.