Firma Keuangan Australia Latitude Tidak Akan Membayar Tebusan Setelah Kena Serangan Siber
JAKARTA - Latitude Group Holdings Ltd, perusahaan keuangan konsumen Australia, mengumumkan bahwa mereka tidak akan membayar tebusan kepada pelaku serangan siber bulan lalu. Mereka mengatakan bahwa hal ini akan merugikan pelanggan dan menimbulkan kerusakan yang lebih luas dengan mendorong serangan lebih lanjut.
"Kami tidak akan memberikan imbalan pada perilaku kriminal, dan kami tidak percaya bahwa membayar tebusan akan mengembalikan atau menghancurkan informasi yang dicuri," kata Latitude dalam sebuah pernyataan pada Selasa, 11 April, seperti dikutip Reuters.
Bulan lalu, perusahaan tersebut mengatakan bahwa para peretas mencuri hampir 8 juta nomor SIM pengemudi Australia dan Selandia Baru dalam salah satu kebocoran data terbesar yang dikonfirmasi di negara itu.
Baca juga:
- Perusahaan Kripto Huobi Global Cuan Rp446 Miliar Pada Kuartal Pertama 2023, Justin Sun Naikkan Target untuk Kuartal Kedua
- Adidas Luncurkan NFT ALTS di Jaringan Ethereum, Ini Bocoran Informasinya!
- Bursa Kripto Terkemuka Korea Selatan GDAC Diretas Hacker, Dana Rp193 Miliar dalam Kripto Lenyap
- Pengiriman PC Global Lesu di Q1 2023, Apple Paling Menderita Dibanding Lenovo!
Latitude, yang menyediakan layanan keuangan konsumen kepada pengecer Harvey Norman dan JB Hi-Fi, juga telah menonaktifkan platform-platformnya.
"Pengoperasian bisnis reguler sedang dipulihkan, dengan Pusat Kontak Pelanggan utama Latitude kembali online dan beroperasi dengan kapasitas penuh," kata perusahaan itu.
Beberapa perusahaan Australia telah melaporkan serangan siber selama beberapa bulan terakhir, yang para ahli kaitkan dengan industri keamanan siber yang kekurangan tenaga kerja.