Bongkar Transaksi Janggal Rp349 Triliun, Komisi III DPR Dorong Pembentukan Pansus Lewat Hak Angket

JAKARTA - Komisi III DPR mendorong pembentukan panitia khusus (pansus) melalui hak angket untuk membongkar transaksi janggal Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan. Pasalnya, masih banyak penyelewengan dana yang masih belum berproses hukum oleh aparat penegak hukum.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Syarifudin Sudding mulanya mempertanyakan apakah Rp349 triliun hanya berbentuk nilai transaksi atau ada wujud dananya.

"Saya minta jawaban pasti kepala PPATK, Rp349 ini nilai transaksi atau wujud real ada dana?," tanya Sudding dalam rapat bersama Menkopolhukam, Menkeu, dan kepala PPATK di ruang Komisi III DPR, Selasa, 11 April.

"Real pak, mutasi rekening. Dananya real, uangnya ada. hasil forensik kami," jawab kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Sudding lalu melanjutkan apa yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani sudah mendetail. Bahwa 300 surat dari PPATK yang disampaikan ke Kemenkeu 200 surat dan 100 ke aparat penegak hukum (APH) sudah hampir semua ditindaklanjuti.

Namun yang perlu diluruskan, kata Sudding, adalah seakan-akan Rp349 triliun ada penyelewengan dana yang harus dikejar. Ini yang membuat masyarakat tersesat oleh informasi tersebut.

"Jadi saya tanya, khusus APH ini, sudah sejauh mana jampidum dan kabareskrim 100 surat yang dilaporkan PPATK?," katanya.

Selain itu, ada hal yang juga ingin dikonfirmasi ke Sri Mulyani terkait Rp189 triliun tentang masalah emas. Di mana antara PPATK, Dirjen pajak dan Bea cukai ada forum intelejen joint analysis tripartit dengan data yang disampaikan sejak 2009 PPATK sudah terlibat. p

"Persoalannya kenapa PPATK sudah terlibat forum tapi masih terpublish? Harusnya ada proses penyelesaian," tegas Sudding.

"Terkait masalah emas Rp189 triliun ini belum tuntas ya bu Sri Mulyani, meski sudah ada keputusan tetap tapi masih ditindaklanjuti dengan peralatan hukum," katanya.

Sudding pun menyinggung ada sejumlah entitas wajib pajak orang pribadi dari analisis 3 lembaga tersebut ditemukan ada 5 wajib pajak perorangan, dan korporasi ada 8 perusahaan. Di mana ada lebih dari Rp200 triliun nilai akumulasi transaksi.

"Pertanyaan kita dari perusahaan ini dua perorangan dinyatakan lepas dari tuntutan hukum dan dua perusahaan denda, tapi masih ada beberapa wajib pajak perorangan dan korporasi yang belum. Kalau dari kepabeanan peluang besar lepas dari tuntutan hukum, kalau KPK telusuri ada ilegal maining emas bagaimana dia dapat," katanya.

Oleh karena itu, Sudding mendorong APH menelusuri status 9 entitas perusahaan dan 5 orang wajib pajak yang sudah dan belum tersentuh hukum itu.

"Namanya ada disini pak, panggil ini 9 perusahaan dan 5 orang wajib pajak," katanya.

Sudding lantas mengusulkan pembentukan pansus melalui hak angket anggota dewan untuk membongkar transaksi janggal dan menyelesaikan polemik Rp349 triliun ini.

" Ya masak persoalan rumah sendiri diselesaikan oleh orang rumah sendiri. Jadi saya kira harus diselesaikan hak angket dan pansus, gimana pak menko (Mahfud, red) setuju pak?," tutup Sudding.

Sementara, anggota Komisi III DPR dari NasDem Taufik Basari  atau Tobas juga mengusulkan hal yang sama.

"Ketika kepala PPATK menyatakan Rp349 triliun adalah dugaan TPPU, ketika sudah kita dengarkan Bu Sri ada tindaklanjut sudah terupdate, kita perlu tahu apa yang terjadi dengan Rp349 triliun ini," kata Tobas.

"Karena itu mohon Rp349 triliun pastikan berapa angka final yang belum berproses hukum, yang masih harus kita kejar, saya harap kita dorong dan mengawal ini dalam bentuk pansus. Kita kawal membongkar ini semua mudah-mudahan hak angket untuk membentuk pansus bisa didukung kawan-kawan semua," imbuhnya.