Bagikan:

JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat ngotot agar DPR membentuk panitia khusus (pansus) Jiwasraya ketimbang panitia kerja (panja) di komisi-komisi terkait yakni III, VI, dan XI. Alasannya, karena panja tidak memiliki daya dukung kuat.

Anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menduga, kasus dugaan korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya ini mengalir ke orang-orang di lingkaran Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karena itu, pihaknya ingin kasus ini diusut melalui pansus.

"(Kasus Jiwasraya) bertautan dengan kelompok-kelompok individu yang mungkin di lingkar kekuasaan, yang kalau di lingkar kekuasaan belum tentu Bapak Presiden Jokowi tahu. Bisa saja orang-orang yang menjual Istana. Kita ingin bongkar itu," katanya, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Januari.

Tak hanya itu, Benny juga menduga, aliran dana tersebut juga berkaitan dengan kepentingan Pemilu 2019. Sebab, kasus gagal bayar polis Jiwasraya ini mulai muncul menjelang 2019.

"Justru saat ini muncul dugaan prasangka ke publik. Karena itu terjadi sebelum 2019, maka publik membuat kesimpulan, jangan-jangan kasus Jiwasraya ini bagian upaya mobilisasi kepentingan pemilu," tuturnya.

Anggota Komisi III ini menilai, krisis keuangan Jiwasraya tak boleh ditutup-tutupi. Sebagai wakil rakyat, sumsi-asumsi publik harus dijawab dengan sejelas-jelasnya.

"Kita harus bongkar. Kalau kita tutupi akan membenarkan anggapan prasangka publik bahwa, memang kasus Jiwasraya ini adalah bancakan yang dilakukan dengan sengaja dengan tujuan, untuk memobilisasi dana guna mencapai kepentingan politik tertentu," jelasnya.

Benny menegaskan, pembentukan Pansus Jiwasraya ini bukan bermaksud menjatuhkan Jokowi. Ia pun yakin Jokowi akan mendukung pembentukan pansus tersebut.

"Kami yakin sekali Pak jokowi ingin kasus Jiwasraya ini dituntaskan. Beliau tidak mungkin menutup-nutupi. Beliau terbuka. Itu komitmen beliau. Untuk memperbaiki situasi dan memperhatikan betul-betul kebutuhan rakyat," ujar Benny.

Benny juga menilai keberadaan panja tidak urgen. Panja tidak memiliki daya dukung kuat seperti pansus yang memiliki hak angket dan hak interpelasi. 

"Panja Jiwasraya tidak miliki daya dukung yang kuat untuk melakukan penyelidikan terhadap kejahatan besar yang complicated, terorganisasi, dan sistemik," tutur dia. 

Ancam Gunakan Hak Angket

Wakil Ketua Umum Demokrat, Syariefuddin Hasan mengatakan, Demokrat mempertimbangkan penggunaan hak interpelasi atau hak angket terhadap pemerintah untuk kasus Jiwasraya. Sebab, mayoritas DPR enggan mendorong panitia khusus (pansus) dalam menyelesaikan masalah Jiwasraya.

Demokrat masih ngotot menginginkan dibentuk pansus. Sebaliknya, DPR telah membentuk panitia kerja di Komisi VI, dan Komisi XI. Serta Komisi III yang mengawasi proses hukum Jiwasraya di Kejaksaan Agung.

Sebelumnya memang fraksi-fraksi di DPR ingin adanya pansus untuk mendalami kasus gagal bayar polis Jiwasraya. Namun, untuk menyeimbangkan kerja pemerintah dalam mengusut kasus ini, maka DPR memilih jalur yang lebih cepat yakni dengan membentuk panitia kerja (Panja) di komisi-komisi terkait. Alasannya, karena Pansus membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya.

Syarief menyebut, Demokrat kalah kekuatan politik di DPR karena koalisi pendukung Presiden Jokowi lebih besar. Menyadari tak sebanding, maka Fraksi Demokrat mempertimbangkan penggunaan hak interpelasi atau hak angket.

"Tapi kalau mereka tetep jalan, ya liat aja, mungkin dalam perjalanan bila perlu kita bikin hak interpelasi atau angket," ujarnya.

Menurut Syarief, Panja Jiwasraya tidak memiliki kekuatan untuk membawa kasus ini lebih tinggi. Sedangkan jika membentuk pansus, terdapat konsekuensi hukum jika pihak yang dipanggil menolak dihadirkan ke DPR.

"Kalau Panja tidak bisa berkelanjutan ke tempat yang lebih tinggi, tidak bisa mengeluarkan hak menyatakan pendapat, tapi hanya rekomendasi rekomendasi dan juga kalau Panja ingin memanggil dalam rapat kerja tidak ada konsekuensi hukumnya, tidak wajib," jelasnya.

Diwacanakan DPR, Dibatalkan oleh DPR

Seperti diketahui, awalnya memunculkan wacana pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mengusut kasus gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya oleh DPR.

Sejumlah fraksi di DPR menilai pansus merupakan wadah tepat bagi anggota dewan untuk turut mengawal dan mengawasi pengusutan kasus dugaan korupsi di perusahaan asuransi berpelat merah itu. Pada 13 Januari, saat rapat paripurna, usulan Pansus Jiwasraya bahkan sempat menggema. Sejunlah anggota fraksi yang melakukan interupsi.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat itu menyatakan, sudah ada lima dari sembilan fraksi yang setuju untuk membentuk Pansus Jiwasraya. Lima fraksi itu, adalah NasDem, PKS, Gerindra, Demokrat, dan Golkar.

Saat itu, dia mengatakan DPR akan menggelar rapat pimpinan dan rapat badan musyawarah (Bamus) untuk membahas usul pembentukan pansus tersebut.

Namun, jelang dua hari setelah menyatakan sudah ada lima fraksi yang menyetujui pembentukan Pansus, pada 15 Januari Dasco mengungkap, recana tersebut gagal karena pansus dianggap memakan waktu.

Dasco pun mengatakan, pimpinan DPR mendorong komisi terkait, yaitu Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI untuk membentuk panitia kerja (panja).

"Menurut saya akan terlalu lama bikin pansus prosesnya. Jadi karena pemerintah sudah melakukan hal-hal yang perlu kita respons cepat ya, kita akan segera," ucap Dasco.

Dia menyatakan, DPR mesti bergerak cepat untuk menyeimbangkan langkah pemerintah dalam penanganan krisis Jiwasraya.