Pakar Tegaskan Kasus Mario Dandy Aniaya David Ozora Tak Bisa Diselesaikan Lewat Restorative Justice

JAKARTA - Pakar hukum tata negara Hibnu Nugroho mengatakan peluang penerapan restorative justice yang sempat dibuka Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI tidak pas diterapkan dalam kasus penganiayaan tersangka Mario Dandy terhadap korban David Ozora.

Hibnu menegaskan restorative justice di Tanah Air hanya dapat dilakukan hanya pada tindak pidana kategori ringan.

"(Kasus penganiayaan yang melibatkan tersangka MDS) Hukumannya berat, perencanaan (penganiayaan direncanakan) lagi,” ujar Hibnu dalam keterangan tertulis, Minggu 19 Maret, disitat Antara.

Dengan demikian, Hibnu pun menilai keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) menutup pernyataan Kejati DKI untuk tidak menerapkan restorative justice pada kasus penganiayaan itu sudah tepat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejagung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Sudah tepat itu karena kalau diterapkan justru akan menyalahi peraturan Kejaksaan Agung,” ucapnya.

Sebagaimana dimuat dalam Pasal 5 Peraturan Kejagung Nomor 15 Tahun 2020, salah satu syarat penerapan restorative justice adalah tindak pidana terkait terancam pidana tidak lebih dari lima tahun.

Hal serupa, tambah Hibnu, juga berlaku untuk tersangka lainnya yakni AG yang masih berada dalam usia anak-anak. Jeratan ancaman pidana berat, kata dia, menutup kemungkinan AG berkesempatan memperoleh restorative justice.

“Sementara AG sendiri, dijerat dengan pasal penganiayaan berat yang ancaman hukumannya di atas tujuh tahun,” ujar dia.

Hibnu pun menekankan dalam kasus penganiayaan yang dilakukan MDS dan AG, perkara tersebut adalah tindak pidana penganiayaan berat sehingga sulit untuk diterapkan restorative justice karena menyalahi peraturan Kejaksaan.

Hibnu menambahkan, meskipun keluarga korban dimungkinkan untuk menempuh jalan damai, negara belum tentu akan menerima hal tersebut. "Kalau pun pihak keluarga korban menerima, negara pun belum tentu bisa menerima,” tandasnya.