Tak Bisa Huni Kampung Susun Bayam, Warga Gusuran JIS Banding Administratif dan Sebut Pemprov Langgar HAM

JAKARTA - Warga Kampung Bayam yang terdampak penggusuran pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) melayangkan surat banding administratif kepada Pemprov DKI Jakarta karena sampai saat ini masih belum bisa menghuni Kampung Susun Bayam (KSB).

Pengacara LBH yang mendampingi warga Kampung Bayam, Jihan Fauziah Hamdi menyebut banding administratif ini dilakukan karena Pemprov DKI dan dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pengelola KSB masih tidak merespons surat keberatan administratif yang mereka layangkan sebelumnya.

"Kami menyerahkan banding administratif karena menindak lanjuti proses kami pada tanggal 20 februari itu, keberatan kami tidak ditanggapi Direktur Utama Jakpro maupun Pj Gubernur," kata Jihan di Balai Kota DKI, Kamis, 16 Maret.

Nihilnya respons dari pemerintah atas masalah ini, Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PKWB) memandang Pemprov DKI dan JAkpro telah melangar hukum, yakni

Kepgub Nomor 878 Tahun 2018, Kepgub Nomor 979 Tahun 2022 dan Pergub Nomor 90 Tahun 2018.

Tiga regulasi ini menjadi dasar dilakukannya pelaksanaan penataan kampung di mana Gubernur DKI Jakarta sebagai pemberi mandat memiliki tanggung jawab utama memastikan mekanisme penataan kampung tersebut terlaksana sebagaimana mestinya, serta mampu memenuhi hak atas tempat tinggal yang layak.

"Tindakan yang dilakukan justru sebaliknya, Pemprov DKI Jakarta justru tidak menyediakan tempat berlindung atau tinggal kepada warga terdampak penggusuran dan menunggu pembangunan Kampung Susun Bayam. Warga dibiarkan tinggal membangun tenda tanpa adanya ketidakpastian," ungkap Jihan.

Selain itu, lanjut Jihan, warga Kampung Bayam juga memandang Pemprov DKI dan Jakpro melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Tindakan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dan JakPro melanggar hak asasi manusia. Hal ini ditunjukkan dengan Pemprov DKI Jakarta tidak kunjung menyelesaikan sengketa kepemilikan warga Kampung Bayam. Akibatnya, warga harus tinggal terkatung-katung, bahkan 5 keluarga di antaranya harus berkemah di depan Kampung Susun Bayam karena tidak lagi memiliki uang untuk mengontrak atau mencari tempat tinggal lainnya," cecarnya.

Sejak Kampung Susun Bayam diresmikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswdan pada Oktober 2022 lalu, warga gusuran Kampung Bayam belum juga bisa menempati hunian tersebut sampai saat ini.

Satu masalah yang menyebabkan warga belum juga menempati Kampung Susun Bayam adalah besaran tarif sewa hunian per bulan yang belum juga disepakati. Warga gusuran JIS tidak sepakat dengan tarif yang ditawarkan PT Jakpro selaku pengelola Kampung Susun Bayam.

"Mereka (Jakpro) pakai adalah tarif sesuai dengan Pergub Nomor 55 dan itu kami dijatuhkan di umum. Sedangkan kami termasuk warga yang terdampak (program penggusuran). Kami keberatan. Kita itu termasuk warga yang terprogram," kata perwakilan warga Kampung Bayam, Shirley saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

"Warga inginnya membayar yang sesuai kemampuan. Kalau kisaran mungkin Rp150 ribu per bulan, itu seharusnya paling besar. Karena penghasilan, maaf, yang namanya pemulung dan pekerja kasar pabrik-pabrik cuma Rp1,5 juta," tandasnya.