Anak yang Berkonflik dengan Hukum Tak Boleh Dipenjara
JAKARTA – Penetapan Agnes Gracia Haryanto (15), kekasih Mario Dandy Satrio sebagai pelaku penganiayaan Cristalino David Ozora, menurut Pengamat hukum pidana dari JFB Indonesia Legal Consultant, Farizal Pranata Bahri sudah sesuai dengan aturan hukum pidana anak.
Rujukannya adalah UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak yang berusia di atas 12 tahun dan belum berusia 18 tahun mendapat perlakuan spesial ketika berkonflik dengan hukum, baik dalam status, hukuman pemidanaan, konsep pemidanaan, maupun tempat menjalani pidana.
Menggunakan asas hukum lex specialis derogat legi generali, asas penafsiran hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum yang bersifat umum.
“Kenapa tidak disebut sebagai tersangka? Agar peran psikologis sebagai anak yang berkonflik dengan hukum tidak terganggu,” kata Farizal kepada VOI pada 3 Maret 2023.
Hukuman yang dikenakan terhadap Agnes bila terbukti bersalah pun tidak menggunakan KUHP. Kasus penganiayaan terhadap David, kata Farizal, tergolong penganiyaan berat. Korban sampai mengalami koma berhari-hari hingga tidak dapat menjalankan aktivitasnya.
Dalam KUHP, tindakan penganiayaan berat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun sesuai Pasal 354 KUHP ayat 1. Namun untuk pelaku pidana anak hanya tiga tahun atau lima tahun bila korban mengalami luka berat. Ini diatur dalam Pasal 76C dan Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014.
Pasal 76C berbunyi, “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
Kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 80 Ayat (1), setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
Lalu ayat (2), dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Konsep Pemidanaan
Lalu, terkait konsep pemidanaan. Sistem peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas perlindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan anak, dan penghindaran pembalasan.
Setiap anak dalam proses peradilan pidana, kata Farizal, memiliki sejumlah hak yang tidak bisa dikesampingkan. Semisal hak memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, pendampingan orangtua, advokasi sosial, tidak dipublikasikan identitasnya, bahkan punya hak melakukan kegiatan rekreasional.
Selain itu, anak juga tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat sesuai Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 2012.
“Dalam menangani perkara anak, seluruh komponen mulai dari proses penyidikan hingga persidangan wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara. Intinya, tidak ada hak anak yang diputus,” tuturnya.
Begitupun bila sudah mendapat vonis hukuman. Anak yang berkonflik dengan hukum tidak ditempatkan di penjara, melainkan di lembaga pembinaan.
Bisa di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di bawah Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham atau di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) yang berada di bawah naungan Kementerian Sosial.
“Dengan begitu, anak tetap bisa mendapat pendidikan yang laik. Selain itu pun masih banyak keistimewaan lainnya, misal mendapat pengurangan masa pidana, memperoleh sejumlah hak cuti, pembebasan bersyarat, asimilasi, dan lainnya.
Peran Agnes dalam kasus penganiayaan David sangat jelas. Pihak kepolisian sudah mengantongi bukti lengkap berupa chat WhatsApp, video handphone, dan rekaman CCTV yang berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Agnes pada 20 Februari lalu diketahui mengajak David datang ke rumah teman mereka R dengan alasan hendak mengembalikan kartu pelajar. Agnes bersama Mario Dandy dan Shane Lukas kemudian meluncur ke rumah R dengan menaiki Jeep Rubicon.
Setelah bertemu, Mario disebut membawa David ke belakang mobil Rubicon. Mereka terlibat perdebatan hingga Mario menendang dan memukul korban hingga terjatuh dan tak sadarkan diri. Meski begitu, Mario tetap kalap seperti yang terlihat dalam rekaman video yang viral di dunia maya.
“Memang kalau dari kacamata hukum, tindakan Agnes tentu bersalah. Namun, kalau dari sisi psikologis, saya menyarankan melakukan tes kejiwaan terlebih dahulu terhadap Agnes. Anak kadang tidak mengetahui apa yang diperbuatnya merupakan suatu tindak pidana atau bukan. Saya curiga Agnes mengalami gangguan kesehatan mental,” tuturnya.
Tidak Memprovokasi
Psikolog Anak dan Remaja, Novita Tandry pun meyakini Agnes mengalami gangguan psikologi. Ayahnya mengalami stroke dan lumpuh sudah lama, ibunya menderita kanker, dan adik satu-satunya juga menderita kanker hati.
“Bisa dibilang Agnes hidup sendiri. Sebagai remaja, kondisi kejiwaan Agnes memang tidak stabil. Apalagi, mendapat pemberitaan yang terus menyerangnya saat ini. Tapi ini tidak ada kaitannya dengan penganiayaan oleh Mario,” ucap Novita.
Menurut dia, Agnes tidak mungkin bisa memanipulasi orang, apalagi yang dimanipulasi sosok yang lebih tua. Mario Dandy Satrio sudah berusia 20 tahun, sementara Agnes berusia 15 tahun.
Agnes seharusnya, menurut Novita, tidak dilibatkan dalam kasus tersebut. Terlebih bila merujuk cerita dari kuasa hukumnya, Mangata Toding Allo, Agnes tidak memprovokasi langsung Mario Dandy Satrio.
“Agnes ngobrol sama teman perempuannya, teman perempuannya ini cerita kepada Lukas (Shane Lukas) yang telah menjadi tersangka 2. Lalu, tersangka 2 ini lah yang menyampaikan kepada Mario. Jadi, tidak direct antara Agnes ke Mario,” kata Novita kepada VOI pada 3 Maret 2023.
Lagipula, meskipun itu benar, sebagai sosok dewasa berusia 20 tahun, Mario seharusnya mampu mengelola emosi. Tidak serta merta menelan mentah-mentah informasi yang diterima.
“Filternya ada di dia (Mario). Kalau saja dia punya kemampuan mengendalikan emosi hal (penganiayaan) itu tak perlu terjadi, Indonesia tidak heboh seperti sekarang,” ucapnya.
“Saya masih yakin Agnes tidak terkait langsung dengan penganiayaan itu. Kecil sekali kemungkinan untuk Agnes bisa berkata-kata lalu bisa mempengaruhi seseorang 20 tahun untuk melakukan sesuatu,” Novita melanjutkan.
“Iitulah sekilas yang saya pahami. Anda bisa confirm langsung ke Pak Mangata. Saya memang diminta oleh kuasa hukum untuk handle Agnes, tapi memang belum sempat untuk bertatap muka langsung dan baru dijadwal ulang Senin besok,” imbuh Novita Tandry.