Dikritik DPRD Soal Pembelian 21 Mobil Dinas Listrik Pemprov DKI, Sekda: Perintahnya Pak Presiden

JAKARTA - Pembelian 21 kendaraan dinas berbasis listrik dengan harga Rp800 juta per unit untuk pejabat utama Pemprov DKI pada tahun ini dikritik DPRD DKI Jakarta.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Joko Agus Setyono menegaskan bahwa pengadaan mobil dinas listrik ini merupakan tindak lanjut dari perintah Presiden Joko Widodo.

Perintah Jokowi itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

"Ya, (pengadaan kendaraan dinas listrik) itu kan sudah menjadi program prioritas nasional yang harus kita usahakan untuk dipenuhi. Ada perintah bahwa kita akan menggunakan mobil listrik untuk mengurangi dampak polusi lingkungan. Memang itu sudah menjadi perintahnya Pak Presiden," kata Joko di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 22 Februari.

Meski begitu, Joko menegaskan bahwa pembelian mobil dinas listrik tidak mengurangi alokasi anggaran dalam APBD untuk program-program prioritas Pemprov DKI pada tahun ini.

Sejak menjabat sebagai Pj Gubernur DKI, Heru Budi Hartono memiliki sejumlah program prioritas Jakarta mulai dari penanggulangan banjir, pengentasan kemacetan, hingga antisipasi dampak penurunan pertumbuhan ekonomi.

"(Pengadaan kendaraan dinas listrik) itu merupakan program pemerintah pusat yang memang memiliki tujuan baik. Kita lakukan, tapi disesuaikan dengan anggaran yang kita milki," tutur Joko.

"Kan ada program-program yang harus kita prioritaskan, yang mana masalah-masalah di DKI Jakarta seperti banjir, lalu lintas, masalah lingkungan lainnya, perumahan kumuh, polusi udara, dan sebagainya. Itu akan jadi prioritas kita," lanjutnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menilai pembelian mobil dinas listrik dengan harga Rp800 juta per unit kurang tepat. Menurut dia, mobil listrik bukanlah jawaban terhadap kemacetan atau polusi udara yang tepat.

"Tetap saja mobil tersebut menambah jumlah pengguna jalan yang menambah kemacetan. Walau pun menarik, tetapi tidak ada hal yang mendesak untuk menggunakan mobil listrik. Persoalan di Jakarta yang paling penting saat ini adalah kemacetan dan polusi yang hanya bisa selesai dengan mengurangi jumlah mobil di jalan," ungkap Gilbert.

Menurut dia, solusi yang paling tepat mengatasi masalah kemacetan dan pengurangan polusi udara adalah meningkatkan kapasitas transportasi publik. Anggaran pembelian mobil listrik dialihkan untuk program yang lebih dibutuhkan.

"Sebaiknya rencana pembelian mobil listrik untuk jadi kendaraan dinas ini dipertimbangkan ulang. Sekda baru yang selama ini bekerja di sisi pengawasan dan sekarang bertugas di hulu sebagai pelaksana menjadi pertanyaan mengenai pemahamannya terhadap penggunaan anggaran yang berpihak kepada masyarakat," tambahnya.