Kemenkumham Perbaiki RUU Penilai, Berharap Jadi Prioritas DPR Semester II 2023
JAKARTA - Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menjelaskan terdapat sejumlah perbaikan dalam Rancangan Undang-Undang Penilai (RUU Penilai).
"Dalam RUU Penilai dipastikan terdapat perbaikan faktor-faktor penting dalam profesi penilai," kata Kepala BPHN Kemenkumham Widodo Ekatjahjana melalui keterangan tertulis, Jumat 17 Februari, disitat Antara.
Perbaikan tersebut meliputi standar kompetensi, tata kerja, tata kelola praktik keprofesian, validitas data, dan manfaatnya dalam penyelenggaraan bernegara serta masyarakat.
Widodo mengatakan, urgensi pembentukan RUU perbaikan semakin penting mengingat masyarakat dan pihak yang berkepentingan ingin terhindar dari praktik yang merugikan akibat tidak adanya akses informasi nilai suatu aset berwujud dan tidak berwujud.
BPHN sendiri ikut berkontribusi dalam penyusunan naskah akademis, penyusunan draf RUU, Rapat Panitia Antar-Kementerian (PAK) hingga penyelarasan naskah akademik RUU Penilai.
Saat ini progres RUU Penilai telah sampai pada tahap harmonisasi RUU bersama Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham.
Eks Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi tersebut berharap, tahun ini RUU Penilai masuk ke daftar prioritas tahunan dan pada semester II tahun 2023 dilaksanakan pembahasan oleh DPR bersama Presiden dan menteri hingga ke rapat paripurna.
Widodo mengatakan nantinya dalam RUU Penilai akan dibentuk majelis penilai, pengaturan mekanisme praktik profesi penilai, organisasi profesi, pembinaan, dan pengawasannya.
"Akan diatur juga sebuah wadah bernama Pusat Data Transaksi Properti dan Bisnis," ujarnya.
Baca juga:
Pusat data tersebut akan mengumpulkan dan mengolah data transaksi sebagai daftar rujukan nilai properti dan bisnis nasional bagi penilai.
Hasil atau keluaran Pusat Data Transaksi Properti dan Bisnis tersebut akan menciptakan dua hal penting. Pertama, sebagai benchmark nilai nasional dan kedua menjadi transformasi mendasar dalam mewujudkan transparansi transaksi yang berdampak positif pada efisiensi perekonomian negara.
"Karena kontribusi yang sangat besar kepada dunia perekonomian negara, maka BPHN Kemenkumham bersama Kemenkeu sebagai pengusul RUU Penilai bekerja keras dan sangat serius," kata dia.
Sementara itu, Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Arik Haryono mengatakan RUU Penilai menjadi sangat penting.
"DJKN, Direktorat Jenderal Pajak dan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan mencoba menggelorakan RUU Penilai. Selain itu, tentunya sangat jelas peran BPHN yang terus memberikan pendampingan dalam pembentukan hukum besar sekali," jelas Arik.
Sebagai informasi, tugas dari penilai atau appraiser adalah memberikan opini tertulis atas nilai ekonomi suatu objek penilaian misalnya aset bangunan, pabrik, rumah maupun aset lainnya. Kebutuhan profesi penilai tergolong besar dalam berbagai bidang. Mulai dari perbankan, pasar modal, pembangunan infrastruktur, investasi, penegakan hukum dan sebagainya.
Objek yang dinilai, katanya, beragam. Tidak hanya aset berwujud, seperti gedung, rumah, kapal laut dan pesawat, aset tidak berwujud, misalnya hak paten, merek dan saham pun bisa nilainya bisa ditaksir.