Kajian Pemerintah soal Perlu Tidaknya Pemulangan WNI Eks ISIS

JAKARTA - Pemerintah kini sedang melakukan kajian soal pemulangan 660 warga Indonesia bekas pengikut ISIS. Hanya saja, sejumlah petinggi negara termasuk Presiden Joko Widodo justru mengisyaratkan akan ada kemungkinan ratusan warga tersebut tak akan dipulangkan.

Hal ini tampak dari apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi lewat akun Twitter resminya. Dalam cuitannya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengaku mendapat pertanyaan soal kepulangan WNI eks ISIS dan jawaban yang diberikannya pun mengisyaratkan tak akan ada pemulangan bagi mereka yang kini terlunta-lunta di negara Timur Tengah.

"Soal WNI eks organisasi ISIS yang dikabarkan hendak kembali ke Tanah Air, para wartawan bertanya ke saya: 'bagaimana dengan mereka yang telah membakar paspornya'. Kalau saya saja sih, ya saya akan bilang: tidak. Tapi tentu saja, ini masih akan dibahas dalam rapat terbatas," ungkap Jokowi dalam akunnya seperti dikutip VOI pada Kamis, 6 Februari malam.

Bukan hanya Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD juga menyatakan hal tak jauh berbeda dengan atasannya. Secara pribadi, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini sesungguhnya tak ingin WNI yang terkait dengan ISIS kembali ke Tanah Air.

"Kalau saya pribadi sih, enggak (ingin warga eks ISIS) dipulangkan," kata Mahfud kepada wartawan di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis kemarin.

Meski menyebut dirinya tak ingin warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS kembali ke Indonesia, hingga saat ini pemerintah masih melakukan kajian terkait dampak pemulangan tersebut.

Mahfud mengatakan masalah pemulangan ini akan ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang diketuai oleh Suhardi Alius untuk membuat rancangan perencanaan yang berisi dua opsi terkait WNI eks ISIS, yaitu dipulangkan atau tidak dan apa saja dampaknya dari dua opsi tersebut.

"Draf pertama jangan dipulangkan karena (alasan) ini, ini, ini, aturan hukum ini. Kalau aturan hukum sudah ada kita tunjukkan, kalau belum ada dibuat aturan hukumnya. Kedua (misalnya) dipulangkan dengan alasan ini, dasar hukum ini, deradikalusasinya dengan cara ini," jelas Mahfud sambil menambahkan setelah perencanaan disiapkan, kemudian pemerintah bakal duduk bersama sebelum mengambil keputusan akhir.

Meski pemerintah masih melakukan kajian ulang soal kemungkinan akan dipulangkan atau tidaknya warga Indonesia eks ISIS, namun Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana seolah ingin pemerintah tak ragu untuk tidak memulangkan mereka.

Alasannya, 660 warga Indonesia yang pernah bergabung dengan ISIS tersebut sebenarnya telah kehilangan kewarganegaraannya bila dilihat berdasarkan Pasal 23 UU Kewarganegaraan huruf d dan f.

Menurut Hikmahanto lewat rilisnya yang disebarkan kepada wartawan, Pasal 23 UU Kewarganegaraan huruf d menyebutkan seorang warga negara Indonesia bisa kehilangan kewarganegaraannya karena masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin dari presiden lebih dulu.

Sementara pada huruf f menyebut warga negara Indonesia yang secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

"Nah istilah 'bagian dari negara asing' itu bisa saja pemberontak yang hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Bukankah ISIS pemberontak yang ada di Suriah bahkan mereka menggunakan cara teror untuk menggantikan negara Suriah dan Irak," kata akademisi ini.

Lagipula, menurut Hikmahanto, jika benar selama ini warga eks ISIS itu masih dianggap berkebangsaan Indonesia oleh pemerintah, maka harusnya pihak Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Indonesia di Suriah bakal memberikan pertolongan pada mereka.

Namun, nyatanya, hingga saat ini tak ada ceritanya KBRI Suriah maupun otoritas lainnya menangani WNI eks ISIS yang tersandung kasus hukum. "Kenyataannya, ini tidak terjadi," tegas dia.

Belum lagi, di antara mereka juga ada yang kedapatan merobek paspor Indonesia. Sehingga, hal ini makin menunjukkan dengan jika mereka sudah tak mau lagi jadi warga negara Indonesia.

Maka ke depan, tak salah jika kemudian Indonesia merasa tak punya kewajiban untuk melindungi mereka. "Memang secara teori eks WNI ini berstatus stateless. Namun kondisi stateless ini tidak berada di Indonesia sehingga pemerintah tak terlalu pusing untuk mewarganegarakan mereka," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, otoritas pemerintahan seperti Kemenkopolhukam bersama Polri, BNPT, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Agama, Kementerian Sosial melakukan kajian soal rencana pemulangan WNI eks kombatan di Timur Tengah.

Hanya saja beberapa pertimbangan masih menjadi perdebatan oleh instansi terkait, termasuk soal upaya pembinaan dan deradikalisasi terhadap WNI eks ISIS bukanlah perkara mudah mengingat mereka sudah terpapar dengan ideologi radikal.

Sedangkan pihak kepolisian hingga kini masih menggali informasi 600 orang warga negara Indonesia (WNI) yang direncanakan untuk dipulangkan ke Tanah Air usai runtuhnya Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) oleh Amerika. Sebab, status 47 orang di antaranya merupakan tahanan.