WHO Tunggu Persetujuan Akhir untuk Mengirim Bantuan Kemanusiaan ke Wilayah Suriah yang Dikuasai Pemberontak

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sedang menunggu persetujuan akhir untuk mengirim pengiriman lintas garis ke barat laut Suriah, di mana kelompok pemberontak menguasai wilayah itu dan menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan untuk korban gempa bumi Turki di Suriah.

WHO berharap Direktur Jenderal Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus akan segera dapat melakukan perjalanan ke daerah yang dikuasai pemberontak yang terkena gempa dahsyat, kata organisasi itu Minggu.

Dr. Tedros dan tim pejabat tinggi WHO tiba di Aleppo pada Hari Sabtu dengan penerbangan bantuan kemanusiaan, membawa perlengkapan darurat trauma dan bedah senilai lebih dari 290.000 dolar AS.

Rick Brennan, direktur darurat regional WHO mengatakan dalam jumpa pers dari Damaskus Hari Minggu, "tidak ada pengiriman lintas batas" ke barat laut Suriah sejak gempa 7,8 SR melanda Senin pekan lalu.

"Kami memiliki satu jadwal dalam beberapa hari ke depan. Kami masih bernegosiasi untuk melanjutkannya," kata Brennan, menambahkan bahwa sebelum gempa bumi, WHO "merencanakan perluasan yang signifikan dari pekerjaan lintas batas," melansir CNN 13 Februari.

Menurut Brennan, WHO mendapat persetujuan dari Pemerintah Suriah di Damaskus, tetapi sedang menunggu "persetujuan ... dari entitas di sisi lain."

"Kami bekerja sangat, sangat keras untuk menegosiasikan akses itu," tegas Brennan.

Pada Hari Minggu, Koordinator Bantuan Darurat PBB Martin Griffiths menuliskan di Twitter, "truk-truk dengan bantuan PBB meluncur ke Suriah barat laut," mengunggah gambar truk yang sedang dimuat untuk pengiriman lintas batas.

Kepala bantuan PBB itu menekankan perlunya "membuka lebih banyak titik akses" untuk mendapatkan bantuan lebih cepat.

Sementara itu, pejabat WHO menegaskan kembali bahwa sebelum gempa bumi, hanya 51 persen fasilitas medis di Suriah yang dikuasai pemerintah yang berfungsi penuh, dengan kapasitas parsial sekitar 25 persen hingga 30 persen.

Dikatakan, meskipun WHO tidak memiliki akses ke tingkat data yang sama dalam hal perawatan medis di barat laut, mereka memperkirakan "angka yang mungkin serupa" sejauh menyangkut kapasitas.

"Saya pikir ini adalah salah satu kasus di mana 10 tahun perang, atau 10 tahun ketidakstabilan, baru saja menghancurkan sistem kesehatan ke titik di mana tidak dapat memberikannya secara memadai," kata Direktur Kedaruratan WHO Mike Ryan.

"Itu bukan hanya kerusakan fisik pada infrastruktur itu sendiri, tetapi juga hilangnya gaji, hilangnya pelatihan," kata Ryan.