Sri Mulyani: Reformasi Struktural Percepat Transformasi Ekonomi RI

JAKARTA – Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pertumbuhan kuat sepanjang 2022 yang lalu tidak lepas dari berbagai upaya strategis yang dilakukan pemerintah untuk menjaga perekonomian tetap resilience.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa peningkatan produk domestik bruto (PDB) 2022 sebesar 5,3 persen merupakan cerminan daya tahan di tengah perlambatan ekonomi global.

“Keberlanjutan agenda reformasi struktural untuk mempercepat transformasi ekonomi akan terus dijaga guna memperkokoh struktur dan akselerasi kinerja ekonomi nasional,” ujar dia saat memberi keterangan pers dikutip Rabu, 8 Februari.

Untuk itu, pemerintah disebutnya akan terus memantau risiko perekonomian dunia sesuai dengan perkembangan terbaru.

“Risiko ketidakpastian masih cukup tinggi, meskipun risiko perlambatan ekonomi dunia diindikasikan mulai melunak,” tuturnya.

Menurut Menkeu, laju pemulihan yang kokoh tahun lalu menjadi pijakan bagi perekonomian nasional untuk menghadapi tantangan jangka pendek, sekaligus untuk melanjutkan agenda pembangunan jangka menengah-panjang.

Dijelaskan pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi di periode 2023 masih akan tetap kuat meskipun dihadapkan pada prospek melambatnya perekonomian global.

“APBN 2023 juga telah dipersiapkan agar senantiasa waspada namun optimis kepada potensi perekonomian ke depan,” tegasnya.

Bendahara negara menambahkan, kesehatan fiskal tetap menjadi perhatian penting agar mampu secara cepat dan tepat dalam menyasar isu-isu kritikal, termasuk dalam pengendalian inflasi, stabilitas perbaikan kesejahteraan masyarakat, dan perbaikan investasi.

“Berkat kerja keras APBN sebagai peredam tekanan global, Indonesia masih menjadi negara dengan predikat The Bright Spot di tengah guncangan global. Ini yang harus terus kita jaga dengan tetap optimis, namun juga waspada,” kata dia.

Sebagai informasi, dalam World Economic Outlook terbitan Januari 2023 IMF memprediksi pertumbuhan global 2022 dan 2023 sebesar 3,4 persen dan 2,9 persen, atau lebih tinggi 0,2 persen dari ramalan sebelumnya.

Revisi ke atas itu didorong penguatan kinerja di beberapa negara besar sejak akhir 2022 dan mulai meredanya tekanan inflasi dunia yang diprediksi melambat secara gradual di tahun ini.