Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suminto memastikan bahwa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang dilakukan pemerintah tidak akan mengganggu likuiditas perbankan.

Menurut Suminto, pihaknya telah memperhitungkan betul aspek potensi maupun risiko atas upaya pemenuhan keuangan negara tersebut.

“Assessment kami bersama BI, OJK dan perbankan sejauh ini belum menyebabkan crowding out terhadap perbankan, termasuk dalam kompetisi dana pihak ketiga (DPK),” ujarnya saat mendapat pertanyaan dari anggota Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 7 Februari.

Suminto menjelaskan, kondisi likuiditas perbankan saat ini masih tetap terjaga dan cenderung longgar akibat dari aktivitas intermediasi yang belum sepenuhnya pulih. Selain itu, dari sisi netto penerbitan SBN ritel dianggap tidak memiliki dampak signifikan terhadap industri jasa keuangan.

“Misalnya pada 2022 kami menerbitkan SBN ritel dengan nominal mencapai Rp107 triliun, nah ini kami menyerap dari market. Tapi pada tahun bersamaan ada SBN yang jatuh tempo sebesar Rp84 triliun yang kami keluaran dari APBN. Sehingga secara netto kami hanya menyerap dari investor Rp23 triliun,” tuturnya.

Jadi, sambung Suminto, untuk bank besar yang aset maupun DPK-nya ribuan triliun, nilai penerbitan SBN ritel termasuk kecil.

“Ini belum menyebabkan crowding out di perbankan kita,” tegas anak buah Sri Mulyani itu kepada anggota dewan.

VOI mencatat, dalam APBN 2023 pemerintah membutuhkan pembiayaan utang sebesar Rp969,4 triliun. Dari jumlah tersebut 90 persen hingga 95 persen akan dipenuhi lewat cara issuance SBN. Sementara sisanya bakal dicukupi dari pinjaman dalam dan luar negeri.

Adapun, utang pemerintah hingga Desember 2022 adalah sebesar Rp7.733,99 triliun atau setara dengan 39,57 persen dari produk domestik bruto (PDB).