Presiden Erdogan Umumkan Keadaan Darurat Akibat Gempa Turki, Dirjen WHO: Berpacu dengan Waktu

JAKARTA - Presiden Turki Tayyip Erdogan pada Selasa mengumumkan keadaan darurat di 10 provinsi yang hancur akibat dua gempa bumi yang menewaskan lebih dari 5.100 orang dan meninggalkan jejak kehancuran di Turki selatan dan negara tetangga Suriah.

Sehari setelah gempa melanda, tim penyelamat yang bekerja dalam kondisi yang keras berjuang untuk mengeluarkan orang-orang dari puing-puing bangunan yang runtuh, "berpacu dengan waktu".

Ketika skala bencana menjadi semakin jelas, jumlah korban tewas tampaknya akan meningkat secara signifikan. Seorang pejabat PBB mengatakan, dikhawatirkan ribuan anak mungkin telah tewas.

Ribuan bangunan roboh, rumah sakit dan sekolah hancur dan puluhan ribu orang terluka atau kehilangan tempat tinggal di beberapa kota Turki dan Suriah akibat gempa berkekuatan 7,8, yang paling mematikan di Turki sejak 1999, disusul gempa kedua satu jam kemudian.

Cuaca musim dingin ekstrem menghambat upaya penyelamatan dan pengiriman bantuan, membuat keadaan para tunawisma semakin menyedihkan. Beberapa daerah tanpa bahan bakar dan listrik.

Pejabat bantuan menyuarakan keprihatinan khusus tentang situasi di Suriah, yang telah dilanda krisis kemanusiaan setelah hampir 12 tahun perang saudara.

Dalam pidatonya pada Hari Selasa, Presiden Erdogan menyatakan 10 provinsi Turki yang terkena dampak sebagai zona bencana dan memberlakukan keadaan darurat di wilayah tersebut selama tiga bulan, melansir Reuters 7 Februari.

Ini akan memungkinkan presiden dan kabinet untuk meminta parlemen dalam memberlakukan undang-undang baru, untuk membatasi atau menangguhkan hak dan kebebasan.

Pemerintah berencana untuk membuka hotel di pusat pariwisata Antalya, di sebelah barat, untuk sementara menampung orang-orang yang terkena dampak gempa, kata Presiden Erdogan.

Korban tewas di Turki telah meningkat menjadi 3.549 orang, sebut Presiden Erdogan. Sementara di Suriah, jumlah korban mencapai lebih dari 1.600, menurut pemerintah dan layanan penyelamatan di barat laut yang dikuasai pemberontak.

Terpisah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan "sangat prihatin" tentang daerah-daerah di Turki dan Suriah di mana komunikasi sulit.

"Sekarang berpacu dengan waktu," kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, menjelaskan bahwa badan kesehatan PBB mengirimkan bantuan yang sangat dibutuhkan ke daerah tersebut, seperti mengutip The National News.

"Kami memobilisasi persediaan darurat dan kami telah mengaktifkan jaringan tim medis darurat WHO untuk memberikan perawatan kesehatan penting bagi yang terluka dan paling rentan," sambungnya.

Selain jumlah kematian yang meningkat, Dr. Tedros mengatakan suhu yang turun membuat keadaan menjadi lebih buruk.

"Angka tidak memberi tahu kami tentang situasi berbahaya yang dihadapi banyak keluarga sekarang, kehilangan segalanya, terpaksa tidur di luar di tengah musim dingin," katanya.

Sementara itu, Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat Turki (AFAD) mengatakan 5.775 bangunan telah hancur akibat gempa dan 20.426 orang terluka.

Sedangkan pejabat kemanusiaan PBB di Suriah mengatakan, kekurangan bahan bakar dan cuaca buruk menciptakan hambatan.

"Infrastruktur rusak, jalan yang biasa kami gunakan untuk pekerjaan kemanusiaan rusak," kata koordinator residen PBB El-Mostafa Benlamlih kepada Reuters dari Damaskus.

Koneksi internet yang buruk dan jalan yang rusak antara beberapa kota Turki yang paling parah terkena dampak, rumah bagi jutaan orang, juga menghambat upaya untuk menilai dampak dan merencanakan bantuan.

Sebagai bentuk dukungan, tim penyelamat dari 70 negara terbang untuk mendukung 24.400 personel darurat yang sekarang bekerja di Turki. Sementara, pekerja penyelamat oposisi Suriah, yang dikenal sebagai White Helmet, telah meminta alat berat untuk membantu.

Sedangkan 17 negara Uni Eropa telah menawarkan bantuan kepada Turki dalam bentuk tim SAR dan darurat medis. Lebih dari 1.100 penyelamat dan 72 anjing pencari sedang menuju ke Turki, dengan gelombang pertama tiba pada Hari Senin.