JAKARTA - Korban tewas akibat gempa dahsyat di Turki selatan dan Suriah melonjak menjadi lebih dari 7.800 orang pada Selasa, ketika tim penyelamat bekerja melawan waktu dalam kondisi musim dingin yang keras, untuk mencari korban yang selamat dari puing-puing bangunan yang runtuh.
Ketika skala bencana menjadi semakin jelas, jumlah korban tewas tampaknya akan meningkat secara signifikan. Seorang pejabat PBB mengatakan ribuan anak mungkin telah meninggal.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan keadaan darurat di 10 provinsi. Tetapi, penduduk di beberapa kota Turki yang rusak menyuarakan kemarahan dan keputusasaan atas apa yang mereka katakan sebagai tanggapan yang lambat dan tidak memadai dari pihak berwenang, terhadap gempa paling mematikan yang melanda Turki sejak 1999.
"Bahkan tidak ada satu orang pun di sini. Kami berada di bawah salju, tanpa rumah, tanpa apa pun," kata Murat Alinak, yang rumahnya di Malatya telah runtuh dan kerabatnya hilang, melansir Reuters 8 Februari.
"Apa yang harus saya lakukan, ke mana saya bisa pergi?" sebutnya.
Gempa berkekuatan 7,8 pada Senin, diikuti beberapa jam kemudian oleh gempa kedua yang hampir sama kuatnya, meruntuhkan ribuan bangunan termasuk rumah sakit, sekolah dan blok apartemen, melukai puluhan ribu orang, menyebabkan banyak orang kehilangan tempat tinggal di Turki dan Suriah utara.
Petugas penyelamat berjuang untuk mencapai beberapa daerah yang paling parah, tertahan oleh jalan yang hancur, cuaca buruk dan kurangnya sumber daya dan alat berat. Beberapa daerah tanpa bahan bakar dan listrik.
Dengan sedikit bantuan langsung, penduduk mengambil puing-puing kadang-kadang bahkan tanpa alat dasar dalam pencarian putus asa untuk korban selamat.
Pejabat bantuan menyuarakan keprihatinan khusus tentang situasi di Suriah, yang telah dilanda krisis kemanusiaan setelah hampir 12 tahun perang saudara.
Presiden Erdogan menyatakan 10 provinsi Turki sebagai zona bencana dan memberlakukan keadaan darurat selama tiga bulan, memungkinkan pemerintah melewati parlemen dalam memberlakukan undang-undang baru dan membatasi atau menangguhkan hak dan kebebasan.
Pemerintah akan membuka hotel di pusat pariwisata Antalya untuk sementara menampung orang-orang yang terkena dampak gempa, kata Presiden Erdogan.
Sementara itu, korban tewas di Turki naik menjadi 5.894 orang, kata Wakil Presiden Fuat Oktay, dengan lebih dari 34.000 orang terluka. Di Suriah, jumlah korban setidaknya 1.932, menurut pemerintah dan layanan penyelamatan di barat laut yang dikuasai pemberontak.
Otoritas Turki mengatakan sekitar 13,5 juta orang terkena dampak di wilayah yang membentang sekitar 450 km (280 mil) dari Adana di barat hingga Diyarbakir di timur, dan 300 km dari Malatya di utara hingga Hatay di selatan. Sedangkan otoritas Suriah telah melaporkan kematian hingga Hama yang berjarak sekitar 250 km dari pusat gempa.
"Sekarang berpacu dengan waktu," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa.
"Setiap menit, setiap jam berlalu, peluang untuk menemukan orang yang selamat semakin berkurang," tandasnya.
Di seluruh wilayah, penyelamat bekerja keras siang dan malam saat orang-orang menunggu dengan kesedihan di antara tumpukan puing yang menempel dengan harapan bahwa teman, kerabat, dan tetangga dapat ditemukan dalam keadaan hidup.
Di Antakya, ibu kota provinsi Hatay yang berbatasan dengan Suriah, tim penyelamat sangat sedikit di lapangan dan penduduk mengambil sendiri puing-puing. Orang-orang memohon helm, palu, batang besi dan tali.
Lebih dari 12.000 personel pencarian dan penyelamatan Turki bekerja di daerah yang terkena dampak, bersama dengan 9.000 tentara. Sementara, lebih dari 70 negara menawarkan tim penyelamat dan bantuan lainnya.
Tapi skala besar dari bencana itu menakutkan.
"Areanya sangat luas. Saya belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya," kata Johannes Gust, dari dinas pemadam kebakaran dan penyelamatan Jerman, saat memuat peralatan ke sebuah truk di bandara Adana.
Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat Turki mengatakan 5.775 bangunan telah hancur akibat gempa dan 20.426 orang terluka.
Rencananya, dua tim Badan Pembangunan Internasional AS dengan masing-masing 80 orang dan 12 anjing akan tiba Rabu pagi di Turki dan menuju ke provinsi tenggara Adiyaman untuk fokus pada pencarian dan penyelamatan perkotaan.
Sedangkan di Suriah, banyaknya bangunan yang runtuh dan infrastruktur yang rusak, membuat tim penyelamat kesulitan melakukan pencarian dan pertolongan.
"Ada banyak upaya yang dilakukan oleh tim kami, tetapi mereka tidak dapat menanggapi bencana dan banyaknya bangunan yang runtuh," kata ketua kelompok Raed al-Saleh.
Seorang pejabat kemanusiaan PBB di Suriah mengatakan, kekurangan bahan bakar dan cuaca buruk menciptakan hambatan.
"Infrastruktur rusak, jalan yang biasa kami gunakan untuk pekerjaan kemanusiaan rusak," kata koordinator residen PBB El-Mostafa Benlamlih kepada Reuters dari Damaskus.
Sedangkan Stéphane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan pada sebuah pengarahan, penyeberangan itu 'sebenarnya utuh' dan terus digunakan sebagai pusat trans-pengiriman. Namun, dia mengatakan jalan menuju penyeberangan telah rusak dan itu "untuk sementara mengganggu kemampuan kami untuk menggunakannya sepenuhnya," seperti mengutip CNN.
Untuk diketahui, Bab al-Hawa adalah satu-satunya koridor bantuan kemanusiaan yang disetujui oleh PBB antara Suriah dan Turki.
Pada Bulan Januari, Sekjen PBB Guterres menggambarkan penyeberangan darat sebagai "garis hidup yang sangat diperlukan" setelah Dewan Keamanan PBB memilih untuk memperbarui mekanisme lintas batas sehari sebelum berakhir.
Situasi di lapangan setelah gempa berkekuatan 7,8 SR yang mengguncang Turki dan Suriah pada Senin "lebih berbahaya" di Suriah, menurut Direktur Yayasan Masyarakat Medis Amerika Suriah (SAMS) di Turki.
BACA JUGA:
"Ini adalah situasi bencana baik di Turki maupun Suriah, meskipun di Suriah lebih berbahaya," kata Dr. Bachir Tajaldin.
Lebih dari satu dekade konflik di Suriah utara telah mendorong "situasi ekonomi yang buruk" sehingga sangat sulit untuk menanggapi krisis saat ini, menurut Tajaldin.
Sebaliknya, "situasi di Turki dikoordinasikan melalui pemerintahan yang sangat mapan," jelasnya, menambahkan bahwa di Suriah utara "sebagian besar layanan disediakan oleh LSM" karena kurangnya investasi jangka panjang dalam pemulihan dan infrastruktur.