Presiden Jokowi Dorong Pengesahan RUU Perampasan Aset
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi.
"Saya mendorong agar RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera diundangkan dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dimulai pembahasannya," kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, dilansir ANTARA, Selasa, 7 Februari.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers untuk menanggapi penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 bersama dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Ketua KPK Firli Bahuri, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Dalam konteks hubungan antarnegara, kata Jokowi, Keketuaan Indonesia dalam G20 telah menyepakati bahwa agenda prioritas dalam pemberantasan korupsi akan terus dilakukan dan sebagai Ketua ASEAN, Indonesia akan menguatkan komitmen pemberantasan korupsi dan penegakan hukum di kawasan.
"Saya tegaskan kembali saya tidak akan memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku tindak pidana korupsi," ungkap Presiden.
DPR dan pemerintah telah menyepakati untuk memasukkan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2023. Sudah 10 tahun tidak kunjung dibahas DPR sejak diusulkan pada 2012.
RUU Perampasan Aset penting mengingat Indonesia telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas "United Nation Convention Against Corruption" (UNCAC) dan "United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes" (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.
Namun, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mewanti-wanti agar pembentukan RUU Perampasan Aset jangan menimbulkan masalah hukum baru dan tidak efektif.
Sedangkan terkait RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, naskah akademisinya sudah ada sejak 2017 tetapi tidak pernah dibahas meskipun telah masuk dalam daftar Prolegnas lima tahunan.
Baca juga:
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PPATK, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto menyampaikan keengganan DPR untuk mendukung pembahasan dan pengesahan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal karena tanpa uang tunai politik tidak bisa berjalan.
Bambang menyebut saat datang ke rakyat untuk kampanye atau berkunjung ke mana pun harus bawa amplop sehingga RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal mutlak ditolak.
Dalam RUU Pembatasan Uang Kartal sebenarnya ada ketentuan agar pembelanjaan di atas Rp100 juta harus lewat bank tujuannya agar setiap transaksi besar dari pejabat publik bisa terekam bank.
Padahal sejumlah negara dengan kondisi geopolitik yang relatif serupa dengan Indonesia telah menerapkan pembatasan transaksi uang tunai. Malaysia, misalnya membatasi transaksi uang tunai dengan batas maksimal 50.000 ringgit Malaysia, Filipina menerapkan batasan transaksi tunai dengan nilai maksimal Php4.000.000, sedangkan India menerapkan batasan sebesar 200.000 Rupee India untuk transaksi tunai.
RUU Pembatasan Transaksi Tunai dinilai dapat memperkuat regulasi yang sudah ada dengan membatasi transaksi uang kartal menyeluruh agar modus kejahatan finansial yang umumnya dilakukan dengan transaksi tunai untuk mengaburkan dan menghilangkan jejak dapat diminimalisasi.