Pengajuan Kasasi Kasus Polusi Udara Jokowi Dianggap Tunjukkan Arogansi Pemerintah

JAKARTA - Presiden Joko Widodo lewat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajukan kasasi dalam putusan pengadilan soal gugatan polusi udara Jakarta usai kalah di tingkat banding. Tim advokasi gugatan warga negara atas pencemaran udara juga telah menyerahkan dokumen kontrak memori kasasi beberapa waktu lalu.

Anggota tim advokasi warga negara, Jihan Fauziah Hamdi memandang, memori kasasi yang diajukan Jokowi pada 20 Januari lalu menunjukkan arogansi pemerintah yang enggan bertanggung jawab atas buruknya pencemaran udara di Ibu Kota.

“Pernyataan kasasi yang dilayangkan oleh presiden telah menunjukkan arogansi pemerintah yang enggan memenuhi tanggung jawab untuk mengetatkan baku mutu udara ambien (BMUA) nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem—sebagaimana diperintahkan oleh putusan tingkat pertama dan dikuatkan dalam putusan banding,” kata Jihan dalam keterangannya, dikutip Minggu, 5 Februari.

Diketahui, salah satu poin argumentasi pada memori kasasi Jokowi adalah bahwa pemerintah telah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 dengan PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam revisi aturan tersebut, pemerintah telah mengetatkan BMUA. Namun, menurut Jihan, hal ini tidak menghapus kelalaian pemerintah untuk mengetatkan BMUAd dan melindungi hak udara bersih warga negara.

"Selebihnya, argumentasi yang disampaikan oleh Presiden sifatnya hanya mengulang-ulang dalil yang telah diperiksa, diadili dan diputus oleh Majelis tingkat banding, sehingga patut untuk ditolak dan dikesampingkan alasannya,” ungkap Jihan.

Sebagai informasi, kasus polusi udara ini berawal dari gugatan 32 warga yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juli 2019. Dalam permohonannya, para penggugat memohon agar para tergugat dinyatakan terbukti melanggar hak asasi manusia, karena lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Kemudian pada Kamis, 16 September, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga dan memvonis lima pejabat negara bersalah atas polusi udara di Ibu Kota.

Kelima pejabat tersebut, yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa para tergugat sudah mengetahui bahwa udara di DKI Jakarta tercemar selama bertahun-tahun. Namun para pemangku kepentingan tidak banyak mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki hal itu.

Majelis hakim memvonis bersalah kelima pejabat guna melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta. Namun, Jokowi dan para menterinya mengajukan banding.

Sampai pada 17 Oktober 2022, Pengadilan Tinggi Jakarta mengeluarkan putusan dengan nomor 549/PDT.G-LH/2022/PT DKI tanggal 17 Oktober 2022. Putusan ini ternyata menguatkan putusan PN Jakarta Pusat dengan nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst yang diterbitkan pada 16 September 2021.

Di mana, putusan PN Jakarta Pusat memenangkan atau mengabulkan sebagian besar tuntutan yang diajukan 32 warga dalam gugatan terkait pencemaran udara di Ibu Kota. Sehingga, Jokowi dan jajarannya kembali dikalahkan dalam perkara ini.

Perkara pencemaran udara berlanjut pada 20 Januari 2023 ketika Jokowi mengajukan kasasi sebagai langkah hukum atas putusan banding tersebut.