Kejati Aceh Selesaikan Kasus Penganiayaan dan KDRT Melalui Restoratif

BANDA ACEH - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menghentikan penuntutan terhadap dua perkara melalui keadilan restoratif setelah para pelaku dan korban sepakat berdamai. Adapun dua kasus yakni terkait penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis di Banda Aceh, mengatakan penghentian penuntutan dua perkara tersebut setelah mendapat persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung.

"Ada dua perkara yang penuntutannya dihentikan setelah Jampidum menyetujuinya. Dua perkara tersebut ditangani Kejaksaan Negeri Gayo Lues dan Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara," kata Ali Rasab dikutip ANTARA, Senin 30 Januari.

Persetujuan penghentian penuntutan dua perkara melalui keadilan restoratif dilakukan secara virtual diikuti Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bachtiar, Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Aceh, serta Kepala kejaksaan Negeri Gayo Lues dan Aceh Tenggara.

Dua perkara tersebut, yakni dengan tersangka atas nama Asmaini yang ditangani Kejaksaan Negeri Gayo Lues. Tersangka dijerat pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Kemudian tersangka atas nama Hendra Tadarus dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara. Tersangka Hendra Tadarus dijerat pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

"Penghentian penuntutan dua perkara secara keadilan restoratif tersebut dilakukan karena kedua tersangka baru pertama melakukan tindak pidana serta ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun," jelas Ali Rasab.

Selain itu, kedua tersangka sudah berdamai dengan korban serta mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban. Sementara korban juga sudah memaafkan tersangka dan tidak akan menuntut kembali.

"Untuk tersangka Asmaini juga telah membayar uang penggantian biaya berobat korban sebesar Rp9 juta karena akibat perbuatannya, korbannya bernama Sesi Malika mengalami luka di leher berdasarkan visum dokter," ujar Ali Rasab.

Ia mengatakan perdamaian para tersangka dengan korban diketahui keluarga kedua pihak dan disaksikan tokoh masyarakat di lingkungan mereka. Perdamaian tersangka dengan korban mendapat respons positif masyarakat

"Selanjutnya, Jampidum memerintahkan para kepala kejaksaan negeri menerbitkan surat penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum," katanya.