Bagikan:

PADANG - Kejaksaan Negeri Padang, Sumatera Barat, menerapkan keadilan restoratif terhadap enam orang tersangka kasus penganiayaan ringan setelah tercapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak.

"Hari ini kami menerapkan keadilan restoratif bagi enam tersangka kasus dugaan penganiayaan sehingga mereka tidak perlu dihadapkan ke pengadilan," kata Kepala Kejari Padang M. Fatria dilansir ANTARA, Kamis, 26 Januari.Penyerahan surat keputusan pemberian keadilan restoratif dilakukan di Rumah Restorative Justice Kejari Padang yang berlokasi di Gedung Pasar Raya Blok III.

Ia menjelaskan lewat keadilan restoratif maka proses hukum bagi enam tersangka yang diperiksa penyidik dalam tiga berkas terpisah langsung dihentikan tanpa dibawa ke persidangan.

Keenam tersangka tersebut adalah Boni Suhendra (34), Yuda Ivani (32), Rio Pratama Nazir (33), Riko (47), Novita (48), dan Ari Susanda (32).

Mereka adalah dua kelompok yang terlibat cekcok dan pertikaian pada 25 Juli 2022 di kawasan Alai Parak Kopi, kemudian saling lapor hingga masing-masing ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, saat di tingkat penuntutan, para tersangka memohonkan kepada jaksa penuntut umum Kejari Padang untuk melakukan perdamaian.

Permohonan itu ditindaklanjuti oleh Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Padang Budi Sastera dengan menggelar pertemuan langsung dan saat itu para tersangka sepakat berdamai tanpa syarat dan saling memaafkan.

"Proses perdamaian saat itu dihadiri oleh para pihak, keluarga, penyidik, serta jaksa fasilitator," jelas Fatria.

Dengan kesepakatan itu maka perkara diajukan oleh Kejari Padang untuk diselesaikan dengan pendekatan restoratif karena sudah memenuhi syarat sebagaimana ketentuan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.

Beberapa syarat itu adalah para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, memiliki kesepakatan damai antara pihak tersangka dengan korban.

Kemudian, adanya penyesalan dari tersangka sembari berjanji tidak akan mengulangi perbuatan, dan pemberian keadilan restoratif itu disambut positif oleh lingkungan masyarakat.

"Pertimbangan lain karena mengingat kedua belah pihak masih ada hubungan keluarga dan hubungan mereka menjadi renggang sehingga dengan keadilan restoratif diharapkan hubungan mereka menjadi baik kembali," jelasnya.

Dia juga menegaskan dalam penerapan keadilan restoratif itu kejaksaan bersifat profesional dan tanpa ada kepentingan transaksional sebab keputusan diterima atau tidaknya keadilan restoratif dikeluarkan oleh Kejagung.

Ketua Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat Fauzi Bahar Datuak Nan Sati yang hadir dalam acara itu menyambut baik mekanisme penyelesaian perkara hukum yang diterapkan kejaksaan.

"Kami menyambut baik penerapan keadilan restoratif karena jika perdamaian diutamakan maka keharmonisan di tengah masyarakat bisa terus terjaga," kata Fauzi yang hadir sebagai perwakilan tokoh masyarakat.