Mahkamah Agung Brasil Denda Telegram Rp3,5 Miliar karena Tak Patuhi Putusan Pengadilan
JAKARTA - Hakim Mahkamah Agung Brasil Alexandre de Moraes pada Rabu, 25 Januari mendenda aplikasi perpesanan Telegram karena gagal mematuhi perintah pengadilan yang menyerukan penangguhan akun pendukung mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro. Dalam keputusan itu Telegram akan didenda 1,2 juta reais (Rp3,5 miliar).
Putusan itu, dibuat berdasarkan penyelidikan yang menyelidiki tindakan vandalisme di gedung-gedung publik di ibu kota negara itu awal bulan ini. Pengadilan mengatakan bahwa Telegram diperintahkan untuk memblokir lima akun berbeda yang telah membagikan konten yang terkait dengan ujaran kebencian dan mendorong gangguan institusional.
Namun, Telegram tidak memblokir akun milik anggota kongres terpilih Nikolas Ferreira, menurut keputusan tersebut.
Ferreira adalah anggota kongres Brasil dengan suara terbanyak pada pemilu 2022, mencapai 1,47 juta suara.
Baca juga:
"Ketidakpatuhan jahat oleh penyedia yang terlibat menunjukkan, secara objektif, persetujuan dengan terus dilakukannya kejahatan yang sedang diselidiki," kata keputusan itu, seperyti dikutip Reuters.
Moraes memberi Telegram lima hari untuk membayar denda sejak keputusan dibacakan. Namun Telegram belum mau menanggapi keputusan tersebut.
Pada Maret 2022, Moraes memerintahkan penangguhan aplikasi perpesanan Telegram, yang telah berulang kali menolak mematuhi perintah pengadilan di Brasil untuk membekukan akun yang menyebarkan disinformasi. Penangguhan dicabut beberapa hari kemudian, setelah perusahaan memenuhi permintaan pengadilan. Namun kali ini agaknya hal itu sulit terulang.