KPK Endus Eks Bupati Langkat Terima Gratifikasi dari Pengusaha Kelapa Sawit
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bekas Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha kelapa sawit. Dugaan ini ditelisik dari dua saksi, salah satunya Direktur Utama PT Sinar Sawit Perkasa, Lina.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Lina diperiksa pada Kamis, 19 Januari kemarin. Dari pemeriksaan itu, penyidik menelisik penerimaan uang yang diduga dilakukan Terbit dari para pengusaha.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran penerimaan uang sebagai gratifikasi oleh tersangka TRP dari beberapa pengusaha yang mengelola perkebunan kelapa sawit," kata Ali kepada wartawan, Jumat, 20 Januari.
Selain Lina, penyidik juga menelisik penerimaan gratifikasi itu dari staf Bank Sumatera Utara (Sumut) bernama Laila Subank.
Sebenarnya, KPK akan memeriksa seorang saksi lainnya yaitu swasta bernama Arie Bowo Leksono. Hanya saja, dia tak hadir dan akan dijadwalkan ulang.
Baca juga:
- Tak Kunjung Ada Permintaan Diawetkan di Museum, Bangkai Paus Sperma di Teluk Osaka Akhirnya Ditenggelamkan
- Ongkos Haji 2023 Naik Dua Kali Lipat Dibanding Tahun Lalu, Menteri Agama Beberkan Alasan Muncul Angka Rp69 Juta per Jemaah
- Wakil Wali Kota Bilang, Baliho 'Terima Kasih Wali Kota' yang Bikin Trending Twitter Memang Inisiatif Warga
- Profil Tarida Hutauruk: Penyanyi Bersuara Indah yang Dimakamkan Hari Ini
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin dijatuhi vonis sembilan tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta 19 Oktober silam. Dia terbukti menerima suap terkait pengerjaan proyek di Kabupaten Langkat.
Hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun. Dia tak akan bisa menduduki jabatan publik setelah bebas dari penjara.
Selain Terbit, hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap Kepala Desa Balai Kasih Iskandar Perangin Angin selama tujuh tahun enam bulan penjara. Keduanya diyakini bersama-sama melakukan praktik korupsi.
"Dan denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan," ujar Djumayanto.
Adapun hal yang memberatkan Terbit dan Iskandar adalah mereka bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, majelis hakim menganggap mereka berbelit dalam persidangan.