Libatkan Hukum Humaniter, Mahfud MD: Pemerintah Bakal Menatar Polri-TNI Tentang HAM

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah bakal memberikan pelatihan hak asasi manusia (HAM) kepada personel TNI dan Polri.

Menurutnya, upaya itu untuk mencegah potensi pelanggaran HAM, sebagaimana rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM).

"Kemarin, ada rekomendasi dari Tim PPHAM agar setiap anggota Polri diberi bekal atau pelatihan hak asasi manusia. Nanti, kita (pemerintah) akan buat ini, melibatkan dunia internasional juga akan menatar Polri dan TNI kita tentang HAM, terutama dalam hukum humaniter yang sekarang banyak berkembang di dunia internasional," kata Mahfud saat memberikan keterangan pers, dikutip dari kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Kamis 12 Januari.

Hal itu disampaikan Mahfud usai menyerahkan laporan dari Tim PPHAM kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud bilang Presiden Jokowi yang menyetujui rekomendasi Tim PPHAM itu memerintahkan dia untuk mem-follow up atau menindaklanjuti hal tersebut.

Dia diminta pula untuk mengoordinasikan hal tersebut dengan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengenai kurikulum, bentuk pelatihan, bahkan jika diperlukan pelatihan itu menjadi syarat bagi setiap personel untuk menduduki jabatan atau tugas tertentu.

Meskipun begitu, Mahfud mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa pelanggaran HAM bukan hanya dilakukan oleh anggota TNI dan Polri.

"Pelanggaran HAM berat itu bukan hanya TNI-Polri. Kadang kala pejabat-pejabat sipil juga banyak loh. Di pemda (pemerintah daerah, di kementerian, dan macam-macam itu. Tetapi secara khusus kalau menyebut TNI-Polri, memang kemarin ada rekomendasi dari Tim PPHAM agar setiap anggota Polri diberi bekal atau pelatihan hak asasi manusia," tuturnya disitat Antara.

Di samping itu, pemerintah juga akan mencegah terjadinya pelanggaran HAM dengan membuat tata kelola pemerintahan yang baik.

Sebelumnya pada Rabu 11 Januari, Presiden Jokowi menyatakan Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu. Hal itu dia sampaikan setelah menerima laporan Tim PPHAM masa lalu yang diwakili Mahfud MD.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengaku telah membaca secara seksama laporan dari Tim PPHAM tersebut, yang sebelumnya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

Presiden juga menyatakan bahwa dirinya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa masa lalu.

Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.