Pengamat: Pembatasan Ekspor CPO dan Mandatori Program B35 Mendorong Kebangkitan Industri Sawit
PONTIANAK - Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof. Dr.Eddy Suratman menilai kebijakan pembatasan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan mandatori program campuran biodiesel 35 persen (B35) menguntungkan petani sawit di Kalimantan Barat.
"Kebijakan yang ada sudah diperhitungkan pemerintah. Pembatasan CPO sangat baik yang juga sejalan dengan B35 di mana membutuhkan minyak mentah sawit tersebut dalam jumlah cukup besar. Kebijakan yang ada bisa menstabilkan harga dan petani tentu diuntungkan," ujarnya dikutip Antara, Selasa 10 Januari.
Ia mengatakan kebijakan yang ada juga sangat didukung Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) dan petani sehingga hal itu semakin meyakinkan ke depan industri sawit kembali bangkit.
"Harga sawit akan kembali naik. Apalagi dikaitkan dalam produksi sawit di Indonesia termasuk di negara Malaysia. Negara tetangga produksi turun kita bisa mengambil pasarnya," papar dia.
Baca juga:
- Perang China-Taiwan Berpotensi Meletus di 2023, RI Bakal 'Ketiban Rezeki Nomplok' Jilid II?
- 'Bulan Madu' Selesai, APBN 2023 Berpotensi Alami Shortfall Pajak
- Turun Rp11, Harga CPO di Jambi 23-29 Desember jadi Rp11.244 per Kg
- Dana Pungutan Ekspor Sawit Bakal Turun 51,84 Persen jadi Rp34,5 Triliun, Dirut BPDPKS: Karena Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya
Terkait Kalbar, sawit sudah menjadi merek bagi daerah ini karena sudah menjadi nyawa ekonomi Kalbar. Kehadiran perkebunan sawit saat ini bukan hanya diusahakan perusahaan tapi petani swadaya. Sehingga maju dan mundurnya ekonomi tidak terlepas dari peran sawit.
"Untuk itu lah kebijakan terkait sawit harus dicermati jangan sampai mengganggu perekonomian kita. Kalau ada perkembangan pemintaan dunia menurun dan mendorong permintaan harga harus diperhatikan betul. Pemerintah provinsi harus cermat betul perekonomian dan kebijakan menjaga stabilisasi sawit. Hal ini karena stabilitas harga bisa menjaga ekonomi Kalbar," papar dia.
Ia menambahkan, sawit bakal menjadi komoditi bagi hasil dan Kalbar sangat diuntungkan sebagai daerah penghasil. Namun harus terus dicermati dari Peraturan Pemerintah (PP) dana bagi hasil baik itu bagaimana hasilnya apakah berdasarkan luas kebun, produksi atau kombinasi luas dan produksi. Kemudian cermati, bagaimana keuangannya untuk masuk provinsi dan kabupaten.
"Kalau PP itu terealisasi pada 2023, akan ada tambahan pendapatan daerah di Kalbar. Berharap pemerintah provinsi dan kabupaten bisa memanfaatkan ini untuk kemajuan petani dan daerah," jelas dia.