Minta Kooperatif, KPK ke Pengacara Lukas Enembe: Penyampaian Tidak Valid tentang Tersangka Sakit Tapi Keluar Rumah
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta tim kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe menyarankan kliennya kooperatif. Langkah ini dinilai lebih tepat daripada mereka memprovokasi atau memberi keterangan tidak benar.
"Terpenting adalah bagaimana dia memberikan nasihat hukum yang terbaik pada kliennya agar kooperatif," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 10 Januari.
KPK mengingatkan kuasa hukum adalah profesi yang mulia. Ali bilang, mereka harusnya bisa menjadi pihak yang memberikan pembelaan yang proporsional.
Komisi antirasuah pun menyayangkan jika kuasa hukum Lukas justru menyampaikan hal yang tak benar. "Dari penyampaian informasi data yang tidak valid, tentang sakitnya tersangka tetapi kemudian keluar rumah dan teman-teman sudah menyaksikan itu," ujar Ali.
"Tentu kami sangat menyayangkan," sambungnya.
Meski begitu, KPK belum mau banyak bicara soal penerapan Pasal 21 UU Tipikor yang berisi tentang perintangan penyidikan. Pendalaman masih terus dilakukan untuk mengambil langkah lanjutan.
"Karena kalau kita bicara korupsi tipologinya kan tidak hanya misalnya kerugian negara, suap, pemerasan. Tetapi ada tindak pidana korupsi lain, satu di antaranya adalah dugaan dengan sengaja menghalangi proses penyidikan maupun penuntutan," tegas Ali.
Pengacara Lukas Enembe, Michael Himan baru-baru ini mengingatkan KPK berhati-hati terhadap reaksi yang mungkin muncul terkait ditetapkannya Lukas sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
Dia mengeklaim saat ini banyak masyarakat Papua yang menjaga ketat kediaman Lukas. Sehingga, KPK sebaiknya melakukan tindakan persuasif.
Tak hanya itu, kuasa hukumnya yang lain, Petrus Bala Pattyona mengatakan kliennya harus dirawat di luar negeri karena kondisinya sudah gawat. Namun, pernyataan itu berbanding terbalik karena orang nomor satu di Bumi Cendrawasih tersebut bisa meresmikan gedung pemerintahan.
Sebagai informasi, Lukas Enembe sudah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada Kamis, 5 Januari. Pengumuman disampaikan bersamaan penetapan dan penahanan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka.
Baca juga:
- Nama Capres PDIP Sudah Dikantongi Megawati, Puan: Tinggal Diumumin, Enggak Usah Bingung!
- Ricky Rizal Bongkar Perintah Ferdy Sambo Tembak Brigadir J
- NasDem Minta Pj Gubernur Heru Tak Hapus Program Anies Gratiskan PBB untuk Veteran dan Guru DKI
- Soal Sistem Pemilu 2024 Proporsional Tertutup atau Terbuka, KPU Masih Tunggu Keputusan MK
Dalam kasus ini, Rijantono diduga bisa mendapatkan proyek karena kongkalikong dengan beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum lelang proyek dimulai. Komunikasi diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.