Universitas Semarang sebagai Cikal Bakal Universitas Diponegoro Resmi Berdiri dalam Sejarah Hari Ini, 9 Januari 1957

JAKARTA – Sejarah hari ini, 66 tahun yang lalu, 9 Januari 1957, Universitas Semarang (kini: Univeristas Diponegero) resmi berdiri. Perguruan tinggi swasta itu diprakarsai oleh tokoh hukum di Semarang. Antara lain Imam Bardjo, Soedarto, Dan Sulaiman, dan Soesanto Kartoatmojo.

Sebelumnya, kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta memiliki sebuah perguruan tinggi kebanggaan. Universitas Gadjah Mada (UGM), namanya. Belakangan daya tampung UGM dipermasalahkan. Kampus Biru dianggap tak dapat menampung seluruh calon mahasiswa dari Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pendidikan adalah senjata ampuh untuk melepas belenggu penjajahan dan kebodohan. Itulah yang semangat yang diamini oleh segenap tokoh bangsa. Mereka meyakini pendidikan adalah alat melawan. Pun fase awal pergerakan nasional digulirkan oleh sederet kaum bumiputra yang berpendidikan.

Kaum bumiputra mengakui terbatasnya akses pendidikan jadi masalah utama pergerakan melepas belenggu penjajahan jadi mandek. Namun, ketika Indonesia berhasil merdeka, empunya kuasa mulai menggalakkan bidang pendidikan.

Akses pendidikan untuk kaum bumiputra dibuka selebar-lebarnya. Pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM) jadi contohnya. Perguruan tinggi itu dibangun untuk dapat menampung kaum bumiputra yang berada di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Nama Univeritas Semarang baru berubah menjadi Universitas Diponegoro setelah tiga tahun berdiri, statusnya pun berubah dari perguruan tinggi swasta jadi negeri. (undip.ac.id)

Dana pembangunannya pun dihasilkan dari patungan segenap rakyat Indonesia yang menyumbang lewat Fonds Kemerdekaan Indonesia (FKI). Karenanya, kehadiran UGM dianggap Wakil Ketua FKI yang juga dokter pribadi Bung Karno, R. Soekarno sebagai upaya kolektif bangsa Indonesia untuk mencerdaskan anak bangsa.

“Sebagai Wakil Ketua Fonds Kemerdekaan Indonesia (FKI) saya terlibat pula dalam usaha melahirkan universitas pertama milik RI, yaitu Universitas Gadjah Mada. Konon, para ahli pendidikan dan cerdik pandai kita berpendapat bahwa pendirian sebuah universitas atau perguruan tinggi sangat diperlukan guna mendidik calon sarjana yang akan menjadi tulang punggung pembangunan.”

“Maka pada tanggal 24 Januari 1946 di gedung SMT Kotabaru Yogyakarta diadakan pertemuan untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi swasta. Para promotornya ialah Budiarto, Marsito, Priyana, dan Sunario. Sunario menjelaskan bahwa di Jakarta waktu itu NICA sudah mendirikan Universiteit van Indonesia (kini: Universitas Indonesia), karena itu RI tidak boleh ketinggalan. Pertemuan tersebut kemudian membentuk sebuah panitia yang beranggotakan 32 orang, diketuai oleh Ki Hajar Dewantara, dan Sunario sebagai penulis,” ungkap R. Soeharto dalam buku Saksi Sejarah (1984).

Kehadiran UGM mampu memberikan warna kepada dunia pendidikan Indonesia. Namun, daya tampung UGM kala itu tak begitu besar, alias terbatas. Warga Jawa Tengah, khususnya Semarang banyak yang tak dapat mengakses UGM.

Kondisi itu membuat segenap tokoh hukum di Semarang tergerak. Antara lain Imam Bardjo, Soedarto, Dan Sulaiman, dan Soesanto Kartoatmojo. Mereka coba menggoreskan sejarah dengan mendirikan Universitas Semarang pada 9 Januari 1957. Fakultas pertama yang dibuka adalah Fakultas Hukum.

Kampus lama Undip di Jl. Imam Barjo kawasan Pleburan, namun sekarang kegiatan perkuliahan sudah dipindahkan ke Tembalang yang lebih luas. (Istimewa)

“Secara resmi Universitas Diponegoro (yang saat itu masih bernama Universitas Semarang) dibuka pada tanggal 9 Januari 1957, sebagai Presiden Universitas diangkat Imam Bardjo. Waktu itu beliau juga memberikan mata kuliah umum Hak-hak Asasi Manusia.”

“Mengingat usianya yang masih sangat muda dengan sarana dan prasarana pendidikan yang masih sangat terbatas, maka pada waktu itu baru dapat dibuka Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat dan sebagai dekan pertama, Mr. R. Soebijono Tjitrowinoto,” tertulis di laman undip.ac.id.