Korea Selatan Tawarkan Keringanan Pajak untuk Tingkatkan Produksi Semikonduktor Dalam Negeri
JAKARTA - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) berencana untuk menawarkan keuntungan pajak kepada produsen chip dan teknologi yang berinvestasi di sana. Upaya ini, untuk memperkuat rantai pasokan dan meningkatkan industri semikonduktor dalam negeri.
Menurut pernyataan dari Kementerian Ekonomi dan Keuangan (MEF) Korsel, perusahaan besar akan mendapatkan kredit pajak sebesar 15 persen atas investasi pada fasilitas manufaktur, naik dari rencana 8 persen berdasarkan undang-undang yang disahkan bulan lalu.
Pengeluaran belanja modal perusahaan yang lebih kecil akan mendapat keringanan pajak sebesar 25 persen, naik dari 16 persen. Setiap investasi tambahan dalam pembuatan chip pada 2023 akan mendapatkan keringanan pajak 10 persen lagi.
Rencana itu, yang akan diusulkan bulan ini dipercaya MEF dapat mengurangi beban pajak perusahaan lebih dari 3,6 triliun won setara Rp44 triliun pada 2024.
Sebelum direalisasikan, usulan MEF harus mendapat persetujuan parlemen, yang didominasi oleh saingannya Partai Demokrat. Dimana mereka mengklaim insentif ini hanya akan menguntungkan perusahaan besar dan membahayakan anggaran publik.
Minggu lalu, Presiden Korsel Yoon Suk-yeol, anggota Partai Kekuatan Rakyat, menginstruksikan pemerintahnya untuk memberikan insentif yang lebih besar guna membantu industri chip negara tersebut.
Baca juga:
Yoon menuduh legislator oposisi menghalangi inisiatif tersebut, pada saat negara lain menghabiskan miliaran dolar untuk mendukung industri semikonduktor dalam negeri.
Yoon mengkritik RUU yang disahkan pada 23 Desember, menawarkan insentif pajak yang lebih kecil dari perkiraan kepada perusahaan. Ini mengusulkan keringanan pajak sebesar 8 persen untuk perusahaan besar, jauh lebih rendah dari 20 persen yang disarankan oleh komite khusus ahli sebelumnya.
Melansir Bloomberg, Rabu, 4 Januari, Amerika Serikat (AS), China, Jepang dan Taiwan telah menggelontorkan miliaran dolar untuk membangun rantai pasokan chip mereka sendiri, karena semakin banyak negara merangkul proteksionisme teknologi setelah kekacauan logistik yang didorong oleh pandemi, dimana satu sama lain negara saling bergantung untuk komponen elektronik utama.