Mengenang Legenda Brasil Pele, Selamat Jalan GOAT

JAKARTA - Kabar duka menyelimuti dunia sepak bola. Dua tahun setelah Diego Maradona berpulang untuk selamanya, legenda sepak bola Pele meninggal dunia pada 29 Desember 2022 setelah beberapa hari dirawat.

Mereka berdua adalah dua manusia yang acap disebut pesepakbola, bahkan olahragawan, terbesar sepanjang masa.

Pele terdiri dari empat huruf, dua suku kata. Tetapi maknanya begitu dalam, begitu universal, menembus ruang dan waktu, tulis laman ESPN, seperti dikutip Antara, Jumat, 30 Desember.

Itu bukan sekadar nama, namun juga sebuah konsep yang dipahami semua orang, dari lain tempat dan lain ras, sebagai manifestasi dari sepak bola indah, olah raga yang lebih dari sekadar permainan, namun juga seni.

Pele bukan hanya nama dan konsep yang dipahami penggemar sepak bola, namun juga untuk orang-orang yang bahkan tak menyukai sepak bola.

Dia adalah superstar olahraga global pertama dari sudut apa pun orang menaksirnya, mulai dari perspektif komersial sampai bayaran atlet.

Satu-satunya pesepak bola di dunia yang menjuarai tiga Piala Dunia itu adalah referensi untuk seluruh dunia dan olahraga. Dia juga telah mendefinisikan olahraga jauh melampaui spektrum asalnya.

Dia begitu berarti untuk mereka yang rela berpergian ratusan dan ribuan kilometer hanya demi melihatnya bermain dan berlatih, sebagai pemain Santos dan timnas Brazil.

Dia satu-satunya pesepakbola agung yang tak pernah bermain untuk klub-klub besar di Eropa, karena pemerintah Brazil melarangnya dimiliki siapa pun karena dia sudah dianggap harta karun Brazil.

Ketika dia akhirnya harus pergi keluar dari negaranya, maka dia memilih Amerika Serikat, New York Cosmos.

Usianya sudah 34 tahun dan sudah akan pensiun manakala New York Cosmos mengalahkan pinangan Juventus dan Real Madrid dalam memikat pemain terhebat di dunia itu pada 1975.

"Jika engkau pergi ke sana (Eropa), yang bisa engkau lakukan hanyalah menjuarai turnamen. Engkau datang ke sini (Amerika Serikat), engkau memenangkan sebuah negara," kenang Clive Toye, manajer Cosmos, kepada Pele, kala itu.

Dan memang Pele telah membuat Amerika Serikat jatuh hati.

Hanya dalam waktu dua tahun, Pele mengubah sepak bola Amerika Serikat dari olahraga yang hampir tak dipedulikan siapa pun menjadi olahraga yang membuat tiket untuk stadion berkapasitas 80.000 penonton pun ludes dipesan orang.

Di sana dia memenangkan kejuaraan Liga Sepak Bola Amerika Utara, sekaligus membuka pintu bagi bintang-bintang sepak bola dari ujung dunia lainnya, termasuk Johan Cruyff dan George Best, untuk bermain di Amerika Serikat, hingga sekarang.

Pele adalah pesepakbola yang paling dicintai di generasinya atau generasi lainnya. Dia adalah rajanya permainan yang indah nan abadi yang membuat Brazil menjuarai Piala Dunia 1958, 1962 dan 1970.

Ketika akhirnya pensiun pada 1977, Pele telah mencetak lebih dari 1.000 gol. 77 gol di antaranya dia buat untuk Brazil yang baru beberapa hari lalu disamai Neymar setelah hampir setengah abad tak tersentuh siapa pun.

Namun pengaruhnya jauh melampaui lapangan hijau karena dia juga menjadi fenomena yang menjadi pabrik uang karena namanya menjadi jaminan untuk semua jualan olahraga, mulai kostum, kartu kredit, sampai jam tangan.

Pernah kapok bermain

Lahir dalam nama asli Edson Arantes do Nascimento pada Oktober 1940, Pele memainkan pertandingan pertamanya untuk Santos saat berusia 15 tahun pada 1956.

Setahun kemudian dia dipanggil bergabung dengan timnas Brazil dan membuat gol debutnya bersama timnas kala melawan Argentina. Pada 1958 dia masuk skuad Piala Dunia Swedia.

Keikutsertaan dia dalam putaran final Piala Dunia edisi 1958 itu menjadi bahan perdebatan sengit di Brazil.

Banyak pihak mempertanyakan apakah sudah pantas remaja ramping itu memanggul beban berat dari turnamen terbesar sejagat itu.

Kritik itu hampir terbuktikan manakala dia cedera lutut begitu tiba di Swedia yang memaksanya absen dalam dua pertandingan pertama Brazil dalam Piala Dunia 1958 itu.

Pele hampir absen dari pertandingan ketiga Brazil melawan Uni Soviet, seandainya pelatih Vicente Feola termakan saran psikolog tim yang menyatakan Pele masih "kekanak-kanakan" dan tidak layak dimainkan dalam arena setinggi itu.

Sebaliknya Feola melawan hati kecilnya dengan memainkan si anak muda yang kemudian membayar tuntas kepercayaannya.

Bekerja bersama-sama dengan Garrincha, Pele mempersembahkan penampilan yang memukau nan menyihir kala Soviet takluk 0-2 kepada Brazil.

Setelah itu Pele tak tertahankan. Dia kemudian menciptakan gol kemenangan dalam perempat final saat melawan Wales, kemudian hattrick ketika membantai Prancis 5-2 dalam semifinal, lalu mengukir dua gol dalam final melawan Swedia.

Saat itu usianya baru 17 tahun. Pele pun menjadi pesepak bola termuda yang menjuarai Piala Dunia.

Namun, dua turnamen berikutnya menjadi pengalaman tidak menyenangkan bagi dia.

Berumur 21 tahun kala Piala Dunia 1962 di Chile, Pele terlihat lebih matang dan lebih kuat, sehingga Brazil diyakini akan dengan mudah merengkuh trofi.

Dan memang dia kembali memukau semua orang ketika gol dari aksi individualnya menggetarkan gawang Meksiko untuk memenangkan Brazil 2-0 dalam partai pembuka.

Namun pada pertandingan kedua dia cedera parah kala dilawan Ceko yang membuatnya absen sampai turnamen selesai ketika rekan-rekan senegaranya berhasil mempertahankan gelar juara dunia.

Namun kekecewaan Pele karena cedera yang membatasi penampilannya di Chile tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kekecewaan yang dia alami di Inggris pada 1966 yang tanpa perlindungan wasit, dia habis-habisan dikasari pemain-pemain lawan sampai terpaksa tak melanjutkan kiprahnya.

Dia dikasari secara brutal oleh tim pertahanan Bulgaria pada laga pertama hingga terpaksa absen dalam pertandingan kedua. Penderitaannya mencapai puncaknya saat melawan Portugal dalam laga berikutnya.

Dua ganjalan keras Joao Morais membuat Pele menangis untuk dibawa keluar meninggalkan Goodison Park di Liverpool. Pele bahkan sempat bersumpah tidak akan pernah bermain lagi dalam Piala Dunia.

"Saya tidak mau mengakhiri hidup saya sebagai orang cacat," kata Pele kala itu.

Permainan indah

Syukurlah, sumpah Pele itu tak terlaksana. Empat tahun kemudian dia bermain lagi dalam Piala Dunia Meksiko untuk memimpin apa yang dianggap sebagai tim terhebat sepanjang masa.

Kalau Piala Dunia 1966 dianggap sebagai kemenangan untuk sinisme, maka Piala Dunia 1970 dianggap sebagai sumbangsih terbesar Pele untuk Brazil, yang membuat Brazil sinonim dengan permainan yang indah.

Turnamen 1970 menjadi pembuktian untuk kualitas tinggi permainan Pele. Dia dikenang karena gol-gol yang indah walau tidak sebanyak sebelum itu.

Sebuah gol yang didahului lob indah yang mengecoh kiper Cekoslowakia dari hampir separuh lapangan dan gol ajaib kala melawan Uruguay dalam semifinal adalah salah satu momen terbaik dalam sejarah Piala Dunia.

Kemudian, meskipun dia terus bermain pada tingkat klub bersama Santos yang sangat dia cintai dan kemudian New York Cosmos, Pele pensiun dari tim nasional pada 1971. Tahun itu dia membuat perpisahan emosional di depan 180.000 suporter Brazil di Stadion Maracana yang sakral di Rio de Janeiro.

"Pele pemain terlengkap yang pernah saya lihat," kenang legenda Inggris, Bobby Moore, seperti dikutip AFP. "Dia memiliki segalanya."

Setelah aksi dan perjalanan heroik nan indahnya dalam turnamen-turnamen Piala Dunia selesai, Pele, Si Raja atau "O Rei" dan menyelesaikan 91 cap bersama timnas, turut merevolusi sepak bola Amerika Serikat sampai seperti dikenal sekarang.

Pada 1977, dia memimpin New York meraih gelar nasional pada musim terakhirnya bersama klub itu yang juga diperkuat legenda-legenda lain seperti Franz Beckenbauer, striker Italia Giorgio Chinaglia dan mantan kapten Brazil Carlos Alberto.

Dia muncul dalam film produksi tahun 1981 berjudul "Escape to Victory" tentang tawanan perang Sekutu selama Perang Dunia II bersama dengan aktor-aktor kesohor seperti Michael Caine dan Sylvester Stallone.

Antara 1995 dan 1998, dia bahkan menjadi Menteri Olahraga Luar Biasa Brasil, selain kerap tampil di depan umum sebagai duta berbagai merek komersial.

Namun di masa tuanya dia menderita serangkaian masalah kesehatan, lalu menjalani operasi pinggul, batu ginjal dan tumor usus besar.

Tetapi semua itu tak pernah membunuh semangatnya. Dia tetap aktif memperhatikan sepak bola, sampai menyemangati Neymar, bahkan Lionel Messi dan Kylian Mbappe, dalam Piala Dunia 2022. Ketiga megabintang ini mengaku Pele sebagai inspirasi mereka dan dunia, sebagaimana hampir semua pesepakbola di jagat ini, juga atlet-atlet dari disiplin-disiplin lain.

Menikah untuk ketiga kalinya pada 2016 bersama Marcia Aoki tak memupus kecintaannya kepada sepak bola yang membuatnya sedikit dari segelintir atlet yang konsisten apolitik di tengah kebesarannya.

Bersama dedikasi dan pencapaian-pencapaian hebatnya serta kesenimanannya di lapangan hijau membuat Pele dikenang sebagai yang terbesar.

Perlu 20 tahun kemudian untuk Diego Maradona masuk perdebatan "terhebat sepanjang masa" atau GOAT. Dan setelah itu butuh 25 tahun lagi bagi Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, masuk dalam percakapan GOAT bersama dia.

Semua itu adalah warisan agung Pele, yang akan kekal dalam dunia yang fana ini, khususnya sepak bola. Dia telah menjadi panutan,referensi, dan sekaligus benchmark atau patokan untuk generasi-generasi sepak bola kemudian.

Selamat tinggal sang legenda, GOAT sejati.