Taliban Larang Wanita Bekerja untuk Lembaga Bantuan: Uni Eropa Desak Pencabutan, Pertimbangkan Konsekuensi
JAKARTA - Pejabat senior Uni Eropa mendesak Taliban untuk segara mencabut larang terhadap wanita untuk bekerja di lembaga bantuan, menyebut mempertimbangkan konsekuensi akibat hal tersebut terhadap kelompok yang memerintah Afghanistan itu.
Keputusan Taliban yang melarang perempuan bekerja untuk lembaga bantuan telah menuai kecaman luas, dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, blok itu akan dipaksa untuk "mempertimbangkan konsekuensi".
Sementara, Kabul mengatakan langkah itu, yang dikutuk secara global, dibenarkan karena beberapa wanita tidak mematuhi aturan berpakaian ketat teokrasi Taliban untuk wanita.
Pada Hari Minggu, lembaga bantuan termasuk Save the Children, Dewan Pengungsi Norwegia dan CARE International mengatakan, mereka terpaksa menghentikan operasi lantaran tidak ada staf perempuan.
Padahal, jutaan warga Afghanistan bergantung pada bantuan asing setelah negara itu terperosok ke dalam krisis ekonomi yang parah, menyusul penarikan koalisi pimpinan Amerika Serikat pada Agustus tahun lalu.
Ketika Taliban mendapatkan kembali kekuasaan, mengarahkan tentara Afghanistan dan berbaris ke Kabul, bantuan keuangan asing ke negara itu, yang secara efektif menopang perekonomian, ditarik.
Uni Eropa, IMF dan Bank Dunia dengan cepat bergabung dengan AS dalam membekukan transfer bantuan.
Bank Dunia memperkirakan bantuan asing terdiri dari sekitar 43 persen dari PDB Afghanistan, sebelum kemenangan Taliban. Beberapa dari bantuan ini telah dipulihkan, tetapi keputusan Taliban telah menciptakan krisis untuk melanjutkan bantuan.
Borrell mengatakan dia terkejut dengan keputusan terbaru, yang mengikuti larangan perempuan menghadiri universitas minggu lalu, dan tindakan keras terhadap protes damai oleh perempuan terhadap langkah itu.
"Bersama dengan penyedia bantuan lain untuk rakyat Afghanistan, UE harus mempertimbangkan apa konsekuensi keputusan ini, dan keputusan baru-baru ini oleh Taliban untuk menutup universitas bagi perempuan, terhadap keterlibatan mereka dengan negara dan organisasi kami," tegas Borrell, melansir The National News 26 Desember.
Lebih jauh, Dia mendesak Taliban untuk segera mencabut keputusan mereka sebagai bagian dari kewajiban, untuk menghormati hukum kemanusiaan internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Baca juga:
- Usir Drone Korea Utara yang Lintasi Perbatasan dengan Jet dan Helikopter Serang, Korea Selatan Balas Kirim Pesawat Pengintai
- Sekutu Presiden Putin Sebut Rusia akan Melakukan Segalanya untuk Cegah Perang Dunia Ketiga dan Bencana Nuklir
- Polisi Gagalkan Teror Bom dan Sita Senjata dari Seorang Pria, Pengamanan Pelantikan Presiden Terpilih Brasil Lula akan Diperketat
- Rusia Tembak Jatuh Drone Ukraina Dekat Pangkalan Pembom Jarak Jauh, Tiga Tentara Tewas
Tak hanya Uni Eropa, langkah tersebut menuai kecaman dari seluruh dunia, termasuk AS. Menlu AS Antony Blinken mengatakan, larangan itu akan "mengganggu bantuan penting dan menyelamatkan nyawa jutaan orang" dalam sebuah cuitan di Twitter.
"Keputusan ini bisa menghancurkan rakyat Afghanistan," katanya.
Menanggapi itu, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan di Twitter, AS harus berhenti mencampuri urusan Afghanistan. Kelompok militan itu tidak akan mengizinkan "siapa pun untuk membicarakan sampah atau membuat ancaman terkait keputusan para pemimpin kami atas nama bantuan kemanusiaan", tambahnya.