Apakah DPR Mau Susun Aturan Pejabat yang Tak Laporkan LHKPN Bisa Dihukum KPK?
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa memberi hukuman bagi pejabat yang tak melaporkan harta kekayaannya. Apalagi, aturan dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Bebas Korupsi dan KKN tidak mengatur sanksi berat melainkan hanya administratif.
"Kalau misalnya (penyelenggara negara) tidak melapor (harta kekayaan, red) dipidana berarti ada kriminalisasi baru," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam tayangan YouTube KPK RI, Sabtu, 17 Desember.
Menurut Karyoto, komisi antirasuah baru bisa menghukum pejabat yang ogah melaporkan kekayaannya jika ada aturan baru.
"Tentunya harus DPR atau pemerintah yang menyusun, DPR yang membahas dan mengesahkan," tegasnya.
Meski begitu, KPK yakin hukuman administratif itu sudah diterapkan oleh kementerian maupun lembaga yang pejabatnya ogah melaporkan hartanya. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kini juga jadi syarat ketika ada lelang jabatan.
"Ketika seseorang calon akan bidding terhadap jabatan tertentu, ketika tidak mengisi LHKPN itu menjadi salah satu penilaian juga," ujarnya.
Baca juga:
- Bangun SDM Berintegritas, Ganjar Berhasil Babat Korupsi Hingga Pungli di Jateng
- KPK Heran, Ada Pejabat Pemprov DKI yang Punya Bidang Tanah Sampai Puluhan Jumlahnya
- Mengintip Sumber Kekayaan Sahat Tua Simanjuntak, Wakil DPRD Jatim yang Terkena OTT
- Polri Buka Peluang Gandeng KPK Usut Dugaan Suap Tambang Ilegal Ismail Bolong
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri juga menyebut komisi antirasuah tak bisa berbuat banyak ketika ada pejabat yang tak mau melaporkan kekayaannya. Sehingga, pihaknya menunggu inisiatif pemerintah maupun DPR untuk memperkuat aturan yang sudah ada.
"Saya kira tentu kita tunggu hak inisiatif dari pemerintah maupun DPR," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 15 Desember.
Firli tak menampik saat ini sudah perundangan yang mengatur kewajiban pelaporan LHKPN. Namun, dia ingin ada efek jera lain yang bisa ditimbulkan.
Apalagi, KPK selama ini selalu menganggap LHKPN adalah salah satu cara mencegah korupsi. "Kalau kita berkeinginan itu betul-betul ada daya paksa. Karena sebenarnya penegakan hukum itu kan tujuannya, satu adalah rekayasa sosial dan kedua adalah alat paksa," tegasnya.
Selain itu, Firli juga menganggap aturan di UU Nomor 28 Tahun 1999 harusnya diperluas. Penyebabnya, dia melihat ada pihak yang sebenarnya ikut keputusan bagi negara tapi tak harus melaporkan kekayaannya karena tidak dianggap sebagai penyelenggara negara.
"Misalnya, pengurus partai politik. Dia tidak masuk di situ," ujarnya saat itu.