Kontroversi Acara Relawan Jokowi di Stadion GBK dalam Media Sosial Menurut Pantauan Netray
JAKARTA - Penyelenggaraan silaturahmi nasional para Relawan Jokowi bertema ‘Nusantara Bersatu’ di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 26 November 2022 lalu menyisakan sejumlah kontroversi di media sosial. Kontroversi pertama terkait ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal ‘Pemimpin Berambut Putih’.
Di hadapan para relawannya, Jokowi memberi pesan agar berhati-hati memilih pemimpin Indonesia selanjutnya. Pilih pemimpin yang mengerti perasaan, keinginan, dan kebutuhan rakyat.
“Jangan sampai kita memilih pemimpin, yang nanti hanya senangnya duduk di istana yang AC nya sangat dingin. Carilah pemimpin yang mau turun ke bawah,” kata Jokowi.
Menurut dia, pemimpin yang memikirkan rakyat terlihat dari penampilan fisiknya.
“Dari kerutan di wajahnya. Kalau wajahnya cling, bersih, tidak ada kerutan, hati-hati. Lihat juga rambutnya, kalau rambutnya putih semua, wah mikirin rakyat ini,” Jokowi melanjutkan.
Ciri kerutan di wajah terdengar cukup umum bagi tokoh politik yang berusia paruh baya. Akan tetapi, ciri berambut putih tampaknya cukup berbeda karena tak semua tokoh politik berusia paruh baya memiliki rambut berwarna putih.
Sebagai sosok yang memulai wacana, nama Presiden Joko Widodo menjadi entitas yang paling banyak disebut oleh pegiat media sosial. Dari pemantauan Netray, nama Presiden Joko Widodo berada di posisi pertama. Pegiat media sosial menyebut nama Presiden di dalam twit mereka sebanyak 1.313 kali penyebutan.
Posisi kedua, ketiga, dan keempat diisi oleh akun Twitter yakni @JukiHoki, @UyockBack, dan @Tan_Mar3M. Ketiganya masuk dalam deretan paling banyak disebut karena mereka kerap di-mention oleh pegiat media sosial sehubungan dengan tiga twit populer mereka kala menanggapi pernyataan Jokowi soal kriteria pemimpin yang baik.
Nama Ganjar Pranowo sebagai nama non-akun, berada di posisi kelima dari daftar Top People. Muncul dengan entitas alias ‘Ganjar’, pegiat media sosial menyebut sebanyak 175 kali selama periode pemantauan. Entitas yang sama juga muncul di posisi ketujuh, kali ini dengan alias ‘Pak Ganjar’ 135 kali penyebutan.
“Ganjar Pranowo praktis menjadi tokoh politik yang terbesit di pikiran publik ketika Presiden menyebutkan tentang pemimpin yang putih rambutnya. Selain fitur fisik ini memang cukup khas, Ganjar adalah tokoh politik yang namanya sudah sering disebut sebagai bakal calon presiden dan kerap menempati posisi teratas di sejumlah survei,” tulis Netray sebagai hasil monitoring selama periode 22-28 November 2022 menggunakan kata kunci ‘pemimpin’ dan ‘rambut putih’.
Hasil yang kurang lebih sama juga didapat dari grafik Top Words. Nama Ganjar Pranowo menjadi yang paling sering disebut pegiat media sosial sehingga berada di tengah diagram. Nama tokoh lain juga muncul di sini yakni Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Tentu saja dua tokoh ini tidak terkenal dengan fitur rambut yang sudah memutih. Namun, dari pantauan Netray, pegiat media sosial mengaku tetap mendukung tokoh politik idolanya meski tidak memiliki kriteria yang disebutkan Jokowi.
Soal Benny Rhamdani
Kontroversi kedua terkait video Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani ketika berbincang bersama Presiden Jokowi. Video menjadi viral karena pernyataan Benny yang dianggap tak pantas.
Dalam video, Benny meminta izin tempur kepada Jokowi menghadapi para pengkritik presiden secara langsung, "Kita gemes Pak, ingin melawan mereka. Kalau mau tempur lapangan, kita lebih banyak."
Memantau dengan kata kunci ‘relawan && jokowi’ dan ‘benny rhamdani’, Media Monitoring Netray menemukan sebanyak 23.890 twit, 14.819 di antaranya bersentimen negatif. Hanya 4.574 bersentimen positif.
Topik ini tengah mencuri perhatian kurang lebih delapan ribu akun dengan total impresi mencapai 17,1 juta reaksi. Dominasi perbincangan pegiat media sosial terkait kata kunci ini selain video Benny ialah kritik kemeriahan acara presiden di tengah tragedi Cianjur dan tumpukan sampah yang menggunung pascaacara.
Juga, perbincangan isu sekelompok masyarakat yang ‘tertipu’ perihal acara ‘Nusantara Bersatu’. Acara yang awalnya diduga sebagai acara solawatan realitanya merupakan acara perkumpulan Relawan Jokowi. Kejadian inilah yang menjadi salah satu penyumbang sentimen negatif pada topik ini.
“Kecewanya Peserta Acara Relawan Jokowi di GBK: Katanya Mau Shalawatan Qubro, Ternyata Enggak Ada! Benar2 raja PRANK!,” cuit SiraitBatakDusun.
Grafik perbincangan topik ini terus mengalami kenaikan dalam tiga hari pemantauan. Hingga 29 November terdapat 10.571 twit yang menyematkan kata kunci tersebut. Bahkan, tak sedikit pegiat media sosial yang menginginkan agar Benny dipecat dan dipenjarakan.
Tidak hanya itu, twit-twit yang menunjukkan jajak digital terkait sosok Benny juga menghiasi jagat Twitter. Banyak pegiat media sosial yang turut membagikan twit, serta link video yang membuktikan Kepala BP2MI merupakan pribadi yang provokatif. Pegiat media sosial juga banyak yang menilai Benny sebagai penjilat, pengadu domba, bahkan pemecah belah masyarakat.
Baca juga:
- Lanjutan Sidang Ferdy Sambo: Perjuangan Richard Eliezer untuk Meyakinkan Hakim
- HUT ke-77 PGRI: Peningkatan Kualitas Pendidikan adalah Modal Mencetak SDM Unggul Menuju Revolusi Industri 4.0
- Tantangan Laksamana Yudo Margono, Panglima TNI yang Baru: Memperkuat Pertahanan Jadi Persoalan yang Paling Mendesak
- Dua Kali Beruntun Tersingkir di Penyisihan Grup Piala Dunia, Prestasi Sepak Bola Jerman Berada pada Titik Terendah
Seruan tersebut dibalas oleh pihak-pihak pendukung Benny. Terlihat dari Top Words dengan kata kunci ‘benny rhamdani’, yang menunjukkan adanya tagar #bennyrhamdanibapakpmi. Dalam twit-twit tersebut pegiat media sosial membagikan impresinya terkait kepemimpinan Benny Rhamdani yang terbilang luar biasa sehingga ia tak pantas mendapat penghakiman hanya karena video tersebut.
“Meski telah memberikan klarifikasinya terkait video tersebut, nama Benny Rhamdani masih mendapat sorotan negatif dari warganet dan berbagai kalangan. Aspirasi yang ia sampaikan kepada Jokowi dalam video tersebut dinilai sebagai provokasi yang justru dapat memecah belah publik,” Netray menutup laporannya.