Raja Malaysia Tunjuk Anwar Ibrahim Sebagai Perdana Menteri: Akhir Jalan Panjang Tiga Dekade Murid Mahathir
JAKARTA - Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah menunjuk pemimpin oposisi Anwar Ibrahim sebagai perdana menteri pada Hari Kamis.
Penunjukan ini mengakhiri lima hari krisis pasca pemilihan yang belum pernah terjadi sebelumnya, seiring dengan hasil yang tidak meyakinkan.
Selain itu, penunjukan Anwar mengakhiri perjalanan panjang politik selama tiga dekade, dari anak didik pemimpin veteran Mahathir Mohamad, menjadi pemimpin protes, kemudian ditahan dan menjalani hukum terkait seksualitas, menjadi pemimpin oposisi dan akhirnya, perdana menteri, melansir Reuters 15 November.
Sebelumnya, pemilihan umum pada Hari Sabtu berakhir dengan parlemen gantung yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan tidak satu pun dari dua aliansi utama, dipimpin oleh Anwar dan mantan perdana menteri lainnya Muhyiddin Yassin, yang mampu mengamankan kursi mayoritas
di parlemen untuk membentuk pemerintahan.
Anwar yang berusia 75 tahun telah berkali-kali ditolak untuk jabatan perdana menteri, meskipun berada dalam jarak yang sangat dekat selama bertahun-tahun.
Dia adalah wakil perdana menteri pada 1990-an. Di tahun 2018, dia memenangkan pemilu bersama dengan Mahathir, menghadapi petahana Najib Razak. Mahathir naik sebagai PM, dengan kesepakatan belakangan meyerahkan jabatan tersebut kepada Anwar. Namun, itu tidak kesampaian, dengan aliansi mereka bubar setelah 22 bulan.
Di sela-sela itu, dia menghabiskan hampir satu dekade di penjara karena sodomi dan korupsi, dalam apa yang dia katakan sebagai tuduhan bermotivasi politik yang bertujuan untuk mengakhiri karirnya.
Ketidakpastian pemilu mengancam akan memperpanjang ketidakstabilan politik di Malaysia, yang telah memiliki tiga perdana menteri beberapa tahun belakangan, berisiko menunda keputusan kebijakan yang diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Koalisinya, yang dikenal sebagai Pakatan Harapan, memenangkan kursi terbanyak dalam pemungutan suara hari Sabtu dengan 82, sementara blok Perikatan Nasional Muhyiddin memenangkan 73. Mereka membutuhkan 112, mayoritas sederhana, untuk membentuk pemerintahan.
Sementara, kubu Barisan yang lama berkuasa hanya memenangkan 30 kursi, kinerja pemilihan terburuk untuk koalisi yang mendominasi politik sejak kemerdekaan pada tahun 1957.
Barisan Nasional mengatakan pada Hari Kamis, mereka tidak akan mendukung pemerintahan yang dipimpin oleh Muhyiddin, meskipun tidak merujuk pada Anwar.
Baca juga:
- Pengadilan Pemilihan Brasil Tolak Keberatan Kubu Bolsonaro
- Amerika Serikat Sebut Serangan Udara Turki di Suriah Ancam Keselamatan Militernya, Bermitra dengan Musuh Ankara
- Kritik Desakan Seoul Soal Sanksi Baru, Adik Kim Jong-un: Mereka Tidak Tahu Bagaimana Hidup dengan Damai dan Aman
- Infrastruktur Listriknya Lumpuh dan Terancam Kegelapan di Musim Dingin, Presiden Zelensky Desak DK PBB Hukum Rusia
Keputusan tentang perdana menteri jatuh ke tangan Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong, setelah Anwar dan Muhyiddin melewatkan tenggat Selasa sore untuk membentuk aliansi yang berkuasa.
Raja secara konstitusional memainkan peran seremonial, tetapi dapat menunjuk seorang perdana menteri yang dia yakini akan memimpin mayoritas di parlemen.
Diketahui, Malaysia memiliki monarki konstitusional yang unik, di mana raja dipilih secara bergiliran dari keluarga kerajaan sembilan negara bagian, untuk memerintah selama lima tahun.